Kemenkes Upayakan 1 Apoteker di Puskesmas Bisa Membina Puskesmas Lain
Abadikini.com, BOYOLALI – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tengah melaksanakan Ekspose Transformasi Kesehatan, dengan fokus pada implementasi Integrasi Layanan Primer (ILP) di Jawa Tengah. Salah satu lokasi yang menjadi perhatian adalah Puskesmas Sawit, Boyolali, di mana ditemukan beberapa kendala, terutama terkait mekanisme rujuk balik dan pengadaan obat.
Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, mengungkapkan bahwa salah satu masalah utama yang dihadapi adalah pengadaan obat yang terkendala karena belum adanya apoteker yang bertugas di Puskesmas Sawit. Hal ini berdampak pada proses rujuk balik pasien, khususnya pasien diabetes yang seharusnya menerima obat dari puskesmas setelah dirujuk balik.
“Untuk pasien diabetes, saat mereka dirujuk balik ke puskesmas, obat harus disediakan oleh puskesmas. Namun, hal ini belum bisa berjalan optimal karena ketiadaan apoteker yang memiliki izin praktek di puskesmas tersebut,” jelas Prof. Dante.
Menanggapi masalah ini, Prof. Dante telah menginstruksikan tim dari Kemenkes untuk mengevaluasi kemungkinan penerapan mekanisme di mana satu apoteker dapat membina beberapa puskesmas. Langkah ini diharapkan dapat membantu puskesmas dalam memenuhi kewajiban pengadaan obat non-kapitasi dari BPJS Kesehatan.
“Setiap daerah memiliki tantangan yang berbeda-beda di puskesmasnya. Masalah ini dapat kita bahas bersama dalam forum Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas), yang kemudian akan ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) di masing-masing daerah,” tambahnya.
Mekanisme satu apoteker membina beberapa puskesmas merupakan bagian dari upaya integrasi layanan primer (ILP), yang sangat penting untuk diterapkan di Indonesia mengingat inflasi kesehatan yang jauh lebih tinggi daripada Produk Domestik Bruto (PDB). Prof. Dante mencontohkan Kuba sebagai negara yang berhasil mengatasi inflasi kesehatan melalui edukasi, promotif, dan preventif dalam pelayanan kesehatan—strategi yang kini juga diadopsi Indonesia melalui ILP.
“Jika masyarakat sudah sakit, biaya pengobatan akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan pencegahan. Oleh karena itu, edukasi dan promotif preventif harus menjadi fokus utama,” tegas Prof. Dante.
Dengan ILP, diharapkan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dapat tercapai, sekaligus mengurangi beban biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh negara.