Anies, KIM Plus, dan Kotak Kosong

Abadikini.com, JAKARTA – Pilkada Daerah Khusus Jakarta 2024 semakin mendekat. Dalam hitungan hari, tepatnya pada 27-29 Agustus 2024, KPU akan membuka pendaftaran calon kepala daerah. Nama Anies Baswedan kembali mencuat sebagai calon kuat, namun perjalanan politiknya kali ini penuh ketidakpastian.

Anies diusung oleh tiga partai politik yang sebelumnya tergabung dalam Koalisi Perubahan di Pilpres 2024, yaitu Nasdem, PKB, dan PKS. Meskipun demikian, dukungan terhadap Anies belum solid. Hingga saat ini, hanya PKS yang telah secara resmi mengeluarkan surat dukungan untuk Anies. Sementara itu, Nasdem dan PKB tampak ragu dan belum memberikan dukungan resmi. Menyimak pernyataan para elite politiknya, ada indikasi kuat bahwa kedua partai ini akan meninggalkan Anies, yang bisa menjadi ancaman besar bagi langkahnya menuju Balai Kota Jakarta.

Dukungan PKS saja tidak cukup untuk mendaftarkan Anies sebagai calon gubernur. Tanpa dukungan tambahan dari Nasdem dan PKB atau partai lain, Anies tidak akan mendapatkan tiket masuk ke KPU DKI Jakarta untuk mendaftar menjadi peserta Pilkada Jakarta 2024. Sesuai dengan peraturan, calon gubernur harus didukung oleh partai atau gabungan partai yang memiliki minimal 20% kursi DPRD DKI Jakarta, yang setara dengan 22 kursi.

PKS, meskipun menjadi pemenang Pileg di Jakarta, hanya memiliki 18 kursi, yang berarti masih kekurangan 4 kursi lagi. Dengan waktu pendaftaran yang semakin dekat, Anies harus segera mencari solusi atau menghadapi kemungkinan gagal maju dalam Pilkada ini.
Menghadang Anies

Di tengah ketidakpastian partai pengusung Anies, partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM)—yang mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming di Pilpres—kian solid dalam upayanya menggagalkan langkah Anies menuju Balai Kota. Salah satu tokoh sentral dalam KIM adalah Ridwan Kamil, yang awalnya dicalonkan Golkar untuk Pilkada Jawa Barat, namun kini dipindahkan ke Jakarta sebagai calon kuat untuk melawan Anies dalam Pilkada Jakarta 27 November yang akan datang.

Lebih jauh lagi, Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco, menggagas ide KIM Plus, yaitu koalisi yang melibatkan partai-partai pendukung Anies, khususnya Nasdem dan PKB, untuk bergabung dengan KIM. Bahkan, PKS yang sejauh ini tetap setia pada Anies terus dirayu untuk bergabung dengan janji akan dimasukkan dalam kabinet Prabowo-Gibran. Jika skenario ini terwujud, maka hampir bisa dipastikan Anies akan gagal maju sebagai calon gubernur Jakarta.

Jika Anies gagal, Pilkada DKI Jakarta akan menjadi sangat dramatik, dengan Ridwan Kamil mungkin akan melawan kotak kosong—sebuah skenario yang tidak diinginkan oleh banyak pihak, namun semakin mendekati kenyataan.

Penantang Kotak Kosong

Di sisi lain, PDIP, partai pemenang Pileg di Jakarta setelah PKS, masih belum menunjukkan sikap politik yang jelas. Namun, untuk menghindari skenario kotak kosong melawan KIM Plus, koalisi PKS-PDIP sebenarnya bisa menjadi alternatif yang kuat. Dengan 15 kursi di DPRD DKI dari PDIP dan 18 kursi dari PKS, koalisi ini tidak hanya mampu memenuhi ambang batas minimal, tetapi juga memiliki mesin partai yang solid dan loyalitas kader yang tinggi di Jakarta.

Meski begitu, membentuk koalisi ini bukanlah hal yang mudah. Salah satu hambatan utama adalah PKS yang telah mengunci pasangan Anies dengan kader mereka, Shohibul Iman, sebagai calon wakil gubernur. PDIP tentu tidak akan menerima begitu saja pasangan ini tanpa mendapat keuntungan politik yang seimbang.

Agar koalisi ini terwujud, PKS mungkin perlu melepaskan egonya dengan menarik pencalonan Shohibul Iman dan memberikan kesempatan kepada PDIP untuk mengajukan kadernya sebagai calon wakil gubernur mendampingi Anies. Namun, ini bukan solusi akhir. PKS mungkin tidak akan memberikan tiket gratis begitu saja, karena Anies bukan kader mereka.

Tetap Independen atau Gabung Partai

Pada akhirnya, kunci dari semua ini ada di tangan Anies sendiri. Apakah ia akan terus berperan sebagai pemain independen di luar kandang partai, ataukah ia akan memutuskan untuk bergabung dengan salah satu partai politik, terutama PKS? Jika Anies bergabung dengan PKS, maka koalisi PKS-PDIP bisa menjadi kenyataan, dengan Anies sebagai gubernur dari PKS dan wakilnya dari PDIP—koalisi yang cukup kuat untuk menghadang KIM Plus.

Namun, keputusan ini tidak bisa ditunggu terlalu lama. Jika Anies terus menunda keputusannya, ia berpotensi ditinggalkan oleh PKS, yang terus dirayu untuk bergabung dengan KIM Plus. Sementara itu, PKS tentu tidak bisa berlama-lama menunggu keputusan Anies.

PKS telah menunjukkan loyalitas yang luar biasa kepada Anies. Pada Pilkada DKI 2017, PKS mendukung Anies secara all out meskipun kadernya tidak dicalonkan sebagai pasangan calon. Pada Pilpres 2024, PKS juga solid mendukung Anies meski tidak dilibatkan dalam keputusan yang tiba-tiba untuk mengusung Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, sebagai calon wakil presiden. Pertanyaannya, apakah di Pilkada Jakarta 2024 PKS akan kembali memberikan karpet merah untuk Anies?

Jawabannya tergantung pada sikap Anies terhadap PKS. PKS sudah pasti semakin matang dalam berpolitik, memahami bahwa politik adalah tentang “who gets what, when, and how,” (siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana) seperti yang dikatakan Harold D. Lasswell.

Keputusan yang Menentukan

Dengan waktu yang semakin mendekat dan peta politik yang masih dinamis, Anies Baswedan harus segera mengambil langkah tegas jika ingin tetap berada dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2024. Di tengah ketidakpastian koalisi pengusung dan manuver politik dari KIM Plus, keputusan Anies akan sangat menentukan nasibnya dalam pertarungan menuju Balai Kota Jakarta.

Apakah Anies akan berhasil atau justru tersingkir dari panggung politik Jakarta, hanya waktu yang akan menjawab. Namun yang pasti, keputusan-keputusan yang diambil para aktor politik dalam hari-hari ke depan akan sangat menentukan arah politik Jakarta, dan bahkan mungkin politik nasional, pada masa mendatang. Pertarungan politik Jakarta kali ini akan menjadi salah satu yang paling dramatis dan menarik dalam sejarah Pilkada DKI Jakarta.

Penulis: Sumarno dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ketua KPU DKI Jakarta 2013-2018

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker
planet128 cahaya128 planet128 turbo128 planet128 rawit128 cahaya128 rawit128 planet128 rawit128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 rawit128 planet128 rawit128 turbo128 planet128 rawit128 planet128 planet128 planet128 planet128 turbo128 rawit128 planet128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 turbo128 planet128 rawit128 rawit128 planet128 turbo128 Slot mega888 slot slot gacor