Pakar Politik: Putusan MK Terbaru Angkat Demokrasi Elektoral Indonesia dari Cengkraman Oligarki

Abadikini.com, SAMARINDA – Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah, menyatakan bahwa dua putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan pencalonan kepala daerah membawa angin segar bagi demokrasi elektoral di Indonesia. Menurutnya, keputusan ini merupakan langkah progresif yang memberikan ruang baru bagi demokrasi untuk berkembang.
“Ini adalah putusan yang progresif dan terobosan penting bagi demokrasi elektoral kita. Selama ini, proses pencalonan kerap disandera oleh kelompok oligarki yang mendesain kotak kosong,” ujar Herdiansyah, yang akrab disapa Castro, di Samarinda, Rabu (21/8/2024) dikutip Antara.
Putusan yang dimaksud adalah Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dari 20 persen menjadi 7,5 persen, serta Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai syarat usia calon kepala daerah yang ditentukan pada saat penetapan oleh KPU.
Castro menilai bahwa kedua putusan ini patut diapresiasi oleh publik karena mereka melawan dominasi kartel politik yang selama ini membatasi peluang demokratis. “Putusan MK bersifat final dan mengikat, dan upaya hukum lain tidak dapat dilakukan. Mengubah regulasi tanpa mematuhi putusan ini adalah bentuk pembangkangan hukum yang berbahaya bagi demokrasi kita,” tegasnya.
Perubahan ambang batas pencalonan, lanjut Castro, membuka peluang lebih besar bagi partai politik yang sebelumnya terkendala untuk mencalonkan kandidat mereka. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, meskipun PDIP hanya memiliki 15 kursi di DPRD dan tidak mencapai ambang batas 20 persen, persebaran suara partai yang mencapai sekitar 800 ribu tetap memungkinkan mereka untuk mengajukan calon berdasarkan putusan baru ini.
“Perubahan ini memberikan ruang bagi demokrasi untuk berkembang, terutama setelah adanya isu kotak kosong yang meresahkan,” tambahnya.
Castro juga menyoroti pentingnya Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai syarat usia calon kepala daerah. Ia menekankan bahwa tidak ada kejelasan kapan putusan ini akan mulai berlaku, berbeda dengan putusan lain yang secara tegas menetapkan pemberlakuan pada 2029.
“Ini menunjukkan bahwa putusan tersebut seharusnya berlaku untuk Pilkada 2024, dan dapat menjadi landasan bagi pembentukan undang-undang yang lebih demokratis dan adil,” jelasnya.
Dengan putusan ini, Castro berharap praktik-praktik oligarki yang merugikan demokrasi dapat diminimalkan, dan proses pemilu di Indonesia akan semakin transparan dan inklusif. “Kita berharap bahwa putusan MK ini dapat menjadi fondasi bagi pembentukan undang-undang yang lebih demokratis dan adil, serta menghindari praktik-praktik yang merugikan demokrasi kita,” pungkasnya. (Antara)