Imam Besar Istiqlal: Perbedaan Masyarakat Adalah Lukisan Ciptaan Tuhan
Abadikini.com, JAKARTA – Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar mengumpamakan perbedaan dalam keberagaman masyarakat Indonesia sebagai sebuah lukisan hidup ciptaan Tuhan.
“Apa yang terjadi di Indonesia sebetulnya adalah suatu lukisan hidup ciptaan Tuhan yang harus kita syukuri bukan saja alamnya yang sedemikian indah tapi konfigurasi penduduknya juga ada warna kulit yang berbeda, kemudian bahasanya, belum lagi kultur budayanya, dan agamanya sedemikian banyak,” kata Nasaruddin dalam gelar wicara daring yang dipantau di Jakarta, Senin (26/8/2024).
Keragaman latar belakang yang dimiliki masyarakat Indonesia, katanya, dimaknai sebagai sebuah keindahan. Hal ini juga yang menurutnya membuat Indonesia dikagumi oleh bangsa lain karena meskipun memiliki penduduk yang beragam namun bisa bersatu dan hidup berdampingan dengan damai.
Nasaruddin mengatakan, rasa persatuan bangsa Indonesia didasari oleh faktor kesamaan historis. Rasa senasib sepenanggungan karena dijajah oleh bangsa lain selama ratusan tahun menumbuhkan rasa persatuan dan persaudaraan bangsa Indonesia.
“Sekarang kemerdekaan ini adalah buah perjuangan bersama, nah ini faktor perekat yang sangat-sangat intensif, yang membuat Indonesia itu begitu dalam persahabatannya, persaudaraannya satu sama lain,” katanya.
Selain itu, menurut Nasaruddin, rasa persatuan juga dipupuk oleh pendiri bangsa Indonesia melalui Pancasila sebagai falsafah bangsa.
Nasaruddin menjelaskan contoh nyata kerukunan yang nyata adalah Masjid Istiqlal yang letaknya berseberangan dengan Gereja Katedral Jakarta. Kedua rumah ibadah ini dihubungkan oleh sebuah terowongan bernama Terowongan Silaturahmi yang menjadi simbol toleransi antar-umat beragama.
“Bukan hanya sekedar terowongan, tapi sekaligus jadi simbol atau ikon toleransi bahwa di Indonesia, sedemikian akrabnya satu sama lain sesama warga negara Indonesia,” ujarnya.
Menurut Nasaruddin, Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta tidak hanya sebatas simbol kerukunan umat Islam dan Katolik saja, tetapi semua agama yang dianut masyarakat Indonesia.
“Khusus untuk Istiqlal dan Katedral bukan hanya simbol antara Katolik dengan Islam, tapi sesungguhnya yang kita lakukan di tunnel ini dan juga di ruangan-ruangan di masjid dan katedral secara reguler kita melakukan dialog-dialog antar umat beragama, ada Hindu, Buddha, Konghucu, tentu Katolik dan Protestan,” imbuhnya.
sumber: Antara