Akui Punya 100 Anak Biologis di 12 Negara, CEO Telegram Pavel Durof Miliki Banyak Kewarganegaraan
Abadikini.com, JAKARTA – Selama lebih dari 10 tahun, pendiri sekaligus CEO Telegram Pavel Durov telah berhasil mengumpulkan berbagai kewarganegaraan. Selain itu, Pavel Durov belum lama ini juga menjadi sorotan setelah mengaku memiliki lebih dari 100 anak biologis yang tersebar di 12 negara.
Dilansir dari AP, Kamis (29/8/2024), Pavel Durov yang lahir di Rusia, 10 Oktober 1984, saat ini memiliki paspor dari Rusia, Prancis, Uni Emirat Arab, serta Saint Kitts dan Nevis. Durov memiliki kekayaan yang menurut Forbes mencapai US$ 15,5 miliar.
Durov pernah mengungkapkan, dirinya menerima paspor Saint Kitts dan Nevis pada musim semi 2013, yang memudahkannya bepergian ke Uni Eropa dan Inggris tanpa visa.
Pada 2017, Durov mulai tinggal secara permanen di Dubai. Kantor Telegram juga beroperasi dari Dubai Media City. Selanjutnya pada 2021, Durov resmi menjadi warga negara Prancis.
Punya 100 Anak
Selain memiliki banyak kewarganegaraan, Pavel Durov juga memiliki banyak anak biologis. Durov mengaku telah menjadi ayah dari lebih dari 100 anak melalui donor sperma di 12 negara berbeda.
Petualangannya sebagai donor sperma telah dimulai sekitar 15 tahun lalu saat seorang teman dekat yang berjuang melawan infertilitas memintanya untuk menyumbangkan sperma. Saat mengunjungi sebuah klinik, ia diberi tahu kalau dirinya dianggap sebagai calon donor terbaik. Donasi spermanya bisa membantu banyak pasangan di seluruh dunia memiliki anak.
Durov hingga saat ini memilih tidak terikat dalam pernikahan dan lebih nyaman hidup menyendiri.
“Saya baru tahu memiliki lebih dari 100 anak biologis. Bagaimana ini mungkin bagi seseorang yang belum pernah menikah dan lebih suka hidup sendiri?” kata Durov.
Durov ditahan pada Sabtu (24/8/2024) di bandara Le Bourget Prancis sebagai bagian dari penyelidikan mengenai platform Telegram yang dituding melakukan banyak pelanggaran. Durov akhirnya dibebaskan pada Rabu (28/8/2024) dan akan segera dibawa ke persidangan.
Durov ditangkap karena platformnya dianggap sering digunakan untuk menyebarkan materi pelecehan seksual anak dan perdagangan narkoba. Alasan lainnya karena Telegram menolak untuk memberikan informasi atau dokumen kepada penyelidik.