Ahli: Ada Temuan BPK Rp6,23 Miliar dalam Pengadaan Sistem Proteksi TKI
Abadikini.com, JAKARTA – Ahli keuangan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Abdur Rohman mengungkapkan ada temuan BPK senilai Rp6,23 miliar dalam pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) pada tahun 2012.
“Temuan tersebut berbeda dengan kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh pengadaan sistem proteksi TKI sebesar Rp17,68 miliar, namun temuan Rp6,23 miliar tersebut sudah disetorkan kembali semuanya,” ujar Abdur Rohman dalam sidang pemeriksaan ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Dia menjelaskan temuan sebesar Rp6,23 miliar dalam pengadaan sistem proteksi TKI terkait dengan pembayaran, yang ditemukan dalam audit laporan keuangan Kemnaker tahun 2012, yang dilakukan pada 2013.
Tetapi, saat terdapat temuan tersebut, ia menyebutkan Kemnaker langsung menindaklanjuti dengan membayarkan seluruh temuan yang ada.
Karena telah ditindaklanjuti, Abdur Rohman menuturkan temuan tersebut tidak masuk sebagai kerugian keuangan negara dalam pengadaan sistem proteksi TKI Kemnaker.
“Kerugian negara yang Rp17,68 miliar ini merupakan total lost karena ketika negara sudah mengeluarkan uang, namun manfaat dari barang tersebut belum didapatkan negara, nah itulah titik dimana kerugian negara tersebut terjadi,” ucapnya.
Abdur Rohman merupakan ahli yang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemnaker pada tahun 2012, yang menyeret Direktur Jenderal Binapenta Kemnaker 2011-2015 Reyna Usman sebagai terdakwa.
Reyna didakwa merugikan negara sebesar Rp17,68 miliar dalam kasus tersebut bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Sistem Proteksi TKI Tahun 2012 I Nyoman Darmanta serta Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia, yang juga menjadi terdakwa.
Ketiganya diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya Karunia atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya Karunia senilai besaran angka kerugian negara.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa terancam pidana sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
sumber: Antara