LaNyalla Sampaikan Tiga Rekomendasi Fundamental untuk Pembangunan Daerah Perbatasan
Abadikini.com, JAKARTA – Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyampaikan tiga rekomendasi utama dalam rangka mempercepat pembangunan wilayah perbatasan, daerah kepulauan, dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Hal ini disampaikan dalam Seminar Nasional bertema “Tantangan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Perbatasan dalam Perspektif Otonomi Daerah” yang digelar di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (17/9/2024).
Seminar ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Laksana Tri Handoko, dan Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Prof. Zudan Arif Fakrullah. Narasumber yang turut memberikan pandangan dalam seminar ini meliputi Prof. R. Siti Zuhro dari BRIN, Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi, Wakil Ketua Komite I DPD RI Sylviana Murni, serta Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, yang juga Ketua Asosiasi Pemerintahan Daerah Perbatasan.
Dalam pidatonya, LaNyalla menekankan pentingnya harmonisasi peraturan dan peningkatan efisiensi kelembagaan untuk mendukung pembangunan di wilayah perbatasan. Dia memaparkan tiga rekomendasi fundamental sebagai langkah strategis.
Rekomendasi pertama adalah terkait harmonisasi undang-undang yang mengatur kewenangan pengelolaan wilayah perbatasan. LaNyalla menyoroti adanya ketidakharmonisan antara Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Dalam Pasal 9 UU 43/2008, pemerintah daerah diberi kewenangan dalam pengelolaan wilayah perbatasan. Namun, Pasal 361 UU 23/2014 menegaskan bahwa kawasan perbatasan adalah kewenangan pemerintah pusat,” jelas LaNyalla. Oleh karena itu, dia menekankan perlunya harmonisasi kedua undang-undang tersebut serta percepatan penerbitan peraturan pemerintah yang mengatur pelaksanaan UU 43/2008.
Rekomendasi kedua, LaNyalla menyoroti perlunya penguatan kelembagaan, khususnya BNPP, agar lebih efektif dalam mengelola pembangunan di wilayah perbatasan. Dia menyarankan agar fungsi BNPP dan Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) ditinjau ulang. “Posisi BPPD yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan BNPP, saat ini justru berada di bawah kepala daerah sebagai OPD, sehingga koordinasinya terbatas,” tambahnya.
Rekomendasi ketiga menyentuh aspek keuangan dan fiskal. LaNyalla menekankan pentingnya keadilan fiskal untuk daerah perbatasan, kepulauan, dan 3T. “Beban pembangunan di daerah perbatasan sangat besar, namun anggaran yang dialokasikan untuk lembaga pengelola perbatasan, baik pusat maupun daerah, sangat minim,” ujarnya. Dia juga mengingatkan bahwa hingga saat ini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur pelaksanaan kewenangan fiskal untuk kawasan perbatasan, meski diamanatkan oleh Undang-Undang 43/2008.
Seminar ini menjadi langkah awal dalam mendorong sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga terkait untuk mempercepat pembangunan di wilayah perbatasan, guna menjawab tantangan pembangunan di daerah 3T.