Pemilu AS Dimulai, Harris Unggul Tipis dalam Pemilihan Awal Melawan Trump
Abadikini.com, JAKARTA – Suasana pesta demokrasi di Amerika Serikat mulai terasa dengan dimulainya pemilihan awal (early voting) di sejumlah negara bagian pada 20 September. Persaingan sengit antara calon presiden (capres) dari Partai Demokrat, Kamala Harris, dan capres Partai Republik, Donald Trump, semakin memanas menjelang Pilpres AS yang dijadwalkan pada 5 November mendatang.
Meski hasil resmi pemilihan awal belum diketahui, dua survei yang dirilis baru-baru ini menunjukkan Kamala Harris memimpin tipis atas Trump. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh NBC News pada 13-17 September, Harris memperoleh dukungan 49 persen, unggul atas Trump yang memperoleh 44 persen.
Sementara itu, survei lain dari CBS/Ipsos yang dilakukan pada 18-20 September menunjukkan Harris memimpin dengan 52 persen, sementara Trump mendapatkan 48 persen dukungan.
Kenaikan popularitas Harris tampaknya dipengaruhi oleh serangan yang terjadi terhadap Trump pada 15 September di lapangan golf Florida. Insiden tersebut, yang merupakan upaya pembunuhan kedua terhadap Trump, memicu lonjakan dukungan untuk Harris dalam survei NBC News. Dukungan terhadap Harris meningkat signifikan dari 32 persen pada Juli menjadi 48 persen pasca insiden tersebut.
Peningkatan popularitas ini tercatat sebagai salah satu yang tertinggi dalam sejarah jajak pendapat NBC, menyusul peningkatan dukungan terhadap Presiden George W. Bush setelah serangan 11 September 2001.
Menghadapi tren survei yang tidak menguntungkan, Trump pun merespons dengan pernyataan tegas. Ia berjanji tidak akan mencalonkan diri lagi dalam pemilu presiden berikutnya jika kalah dari Kamala Harris dalam Pilpres mendatang.
“Saya tidak akan maju lagi. Mudah-mudahan, kami akan berhasil di pemilu ini,” ujar Trump dalam wawancara di program “Full Measure” milik Sharyl Attkisson.
Trump hingga saat ini masih menolak hasil kekalahannya dari Presiden Demokrat Joe Biden dalam Pemilu 2020, dengan alasan adanya kecurangan. Selain itu, Trump juga menghadapi tuntutan pidana federal dan negara bagian terkait upayanya untuk membatalkan hasil pemilu tersebut.