JPU Minta Hakim Tolak PK Jessica Wongso

Abadikini.com, JAKARTA – Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Jessica Wongso.

Menurut JPU Sandy Handika, memori PK yang diajukan tidak didukung novum yang sah. Sandy menyampaikan sejumlah fakta dan bukti yang ada di persidangan telah menunjukkan bahwa Jessica Wongso terbukti bersalah.

Bukti-bukti sah itu meliputi rekaman CCTV, keterangan saksi, ahli dan hasil forensik.

“Oleh karena itu, kami jaksa selaku termohon menyatakan permohonan peninjauan kembali ketiga ini tidak didukung novum yang sah atau alasan yang cukup untuk membatalkan putusan yang telah dijatuhkan,” ujar Sandy Handika di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024).

Dia berpendapat, keterangan ahli Forensik Rismon Hasiholan Sianipar dari pemohon tidak memiliki argumen yang mendasar, sehingga menurutnya harus ditolak. Lebih lanjut, pihak JPU meminta hakim menolak permohonan PK Jessica secara keseluruhan.

“Dengan demikian, kami meminta agar permohonannya ditolak secara keseluruhan, dan putusan pengadilan sebelumnya tetap dikuatkan dan demi keadilan yang seadil-adilnya,” tambahnya.

Sebelumnya, kuasa hukum Jessica Wongso menyampaikan memori PK. Dalam memori itu disampaikan CCTV yang merekam kejadian di Kafe Olivier saat kejadian tidak utuh.

Kuasa hukum Jessica Wongso, Sordame Purba  mencurigai CCTV yang diputar di persidangan cenderung membuat kekeliruan pada kesimpulan perkara tersebut. Selain CCTV, kuasa hukum menuturkan soal tidak dilakukannya autopsi jenazah Mirna Salihin.

“Selanjutnya di samping alasan novum, pengajuan peninjauan kembali ini juga didasarkan karena adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata khususnya terkait dengan tidak dilakukannya prosedur autopsi terhadap Mirna Salihin,” tambahnya.

“Mengenai hal ini sudah pernah disampaikan dalam tingkat peradilan sebelumnya akan tetapi, karena tidak pernah diberikan pertimbangan hukum apa pun oleh hakim maka sangat relevan dan sangat berdasar untuk dapat dijadikan sebagai kekhilafan hakim,” tuturnya.

Menurutnya, apabila dalam kasus pembunuhan maka diperlukan proses autopsi untuk bisa mengetahui penyebab kematian.

“Maka dalam peninjauan kembali ini, Mahkamah Agung wajib untuk memberikan pertimbangan atas kehilapan hakim tersebut yaitu apakah memang seorang hakim dapat menentukan seseorang bersalah tanpa ada dilakukan autopsi. Dalam setiap kasus pembunuhan yang mengakibatkan kematian korban, autopsi mutlak dilakukan oleh dokter Forensik sebagai golden standard untuk menentukan penyebab matinya korban,” tandasnya.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker
planet128 cahaya128 planet128 turbo128 planet128 rawit128 cahaya128 rawit128 planet128 rawit128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 rawit128 planet128 rawit128 turbo128 planet128 rawit128 planet128 planet128 planet128 planet128 turbo128 rawit128 planet128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 turbo128 planet128 rawit128 rawit128 planet128 turbo128 Slot mega888 slot slot gacor