Apa Itu Partai Cokelat di Indonesia?
Abadikini.com, JAKARTA – Istilah partai cokelat mendadak mencuat saat persiapan Pilkada 2024 yang telah digelar pada 27 November kemarin. Istilah ini banyak mendapat sorotan dari berbagai tokoh politik sebagai bentuk penyimpangan demokrasi yang disebabkan oleh pihak tertentu dalam memengaruhi hasil pemilu.
Melansir beritasatu Selasa (3/12/2024) Istilah partai cokelat pertama kali dilontarkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dalam sebuah wawancara pada 22 November 2024. Hasto menggunakan istilah ini untuk menggambarkan dugaan upaya mantan Presiden Jokowi dalam membangun semacam “kerajaan politik” dengan menempatkan orang-orang dekatnya pada posisi strategis dalam pilkada.
Menanggapi tudingan tersebut, Jokowi menyatakan proses pilkada sudah memiliki mekanisme yang jelas dan transparan. Ia menegaskan jika ada dugaan intervensi atau kecurangan dalam pelaksanaan pilkada, masyarakat memiliki jalur hukum yang dapat ditempuh.
Jokowi mendorong agar setiap dugaan pelanggaran dilaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau diproses melalui Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan keadilan.
Kemudian, istilah ini kembali mencuat dalam rapat kerja Komisi I DPR pada 25 November 2024 lalu. Istilah partai cokelat disebutkan oleh Yoyok Riyo Sudibyo, anggota DPR Fraksi Nasdem saat rapat bersama menteri pertahanan dan panglima TNI.
Yoyok mengangkat partai cokelat sebagai pertanyaan yang dikaitkan dengan netralitas institusi negara, termasuk kepolisian. Ia memandang ini sebagai fenomena baru dalam Pilkada 2024. Istilah partai cokelat digunakan untuk mengkritik penyimpangan dalam proses demokrasi, yang dinilai mengarah pada pembentukan kekuasaan otoriter.
Oleh karena itu, dapat dikatakan istilah partai cokelat merujuk pada dugaan kelompok atau oknum yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memenangkan calon tertentu di pilkada. Istilah ini juga dianggap sebagai simbol kritik terhadap sistem demokrasi yang dinilai cacat, terutama dalam memilih pemimpin daerah.