Optimalisasi PPN 12%: Peluang Dorong Ekonomi dan Pembangunan 2025
Abadikini.com, JAKARTA — Pemerintah secara resmi akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 sebagai bagian dari strategi memperkuat pendapatan negara dan mendukung pembangunan ekonomi. Kebijakan ini, diiringi dengan berbagai insentif, dirancang untuk melindungi kelompok berpenghasilan rendah, mendorong pertumbuhan UMKM, dan meningkatkan daya saing sektor produktif.
Dukungan bagi Sektor Produktif dan UMKM
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa kebijakan ini tepat jika diimbangi dengan insentif yang efektif. “Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum tetap bebas PPN. Sementara itu, skema PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor padat karya akan meningkatkan produktivitas sektor otomotif dan properti,” ujarnya.
Pemerintah juga membebaskan PPN bagi pengusaha kecil dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar, yang diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan UMKM dan menciptakan lapangan kerja baru. “Kebijakan ini memperkuat fondasi ekonomi nasional dengan tetap berpihak pada sektor-sektor yang menopang perekonomian rakyat,” tambah Josua.
Memanfaatkan Momentum untuk Penguatan Ekonomi
Co-Founder Tumbuh Makna (TMB), Benny Sufami, menilai bahwa kenaikan PPN ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Ia menekankan pentingnya pemantauan daya beli masyarakat, khususnya di kalangan menengah bawah, untuk menjaga stabilitas ekonomi. “Pemerintah harus memberikan stimulus di masa transisi untuk meredam dampak kenaikan harga barang,” ujar Benny.
Menurutnya, kebijakan ini dapat menjadi peluang bagi masyarakat untuk memperbaiki literasi keuangan, mengelola anggaran lebih baik, dan mencari sumber pendapatan tambahan. Sementara itu, bagi para investor, Benny menyarankan menyesuaikan strategi sesuai profil risiko, dengan memanfaatkan peluang di pasar saham dan obligasi.
Langkah Strategis Mendukung Indonesia Emas 2045
Optimalisasi PPN juga dinilai sebagai langkah strategis untuk mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, serta program-program yang mendukung visi Indonesia Emas 2045. “Pendekatan ini harus disertai pengembangan industri bernilai tambah, investasi hijau, dan integrasi UMKM ke rantai pasok global,” jelas Josua.
Meski tantangan tetap ada, seperti risiko penurunan daya beli, pemerintah diharapkan mampu menjaga stabilitas domestik melalui kebijakan yang terukur, termasuk bantuan langsung kepada kelompok berpenghasilan rendah. Dengan pengelolaan yang tepat, kebijakan ini diyakini mampu mendorong ekonomi jangka panjang dan menciptakan ekosistem pembangunan yang inklusif serta berkelanjutan.
Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat diharapkan bersama-sama memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di tingkat global, dengan tetap menjaga keseimbangan sosial dan ekonomi.