Negosiasi Gencatan Senjata di Gaza Tertunda, Hamas Tuding Israel Ajukan Syarat Baru
Abadikini.com, JAKARTA – Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada Rabu (27/12) menyatakan bahwa kesepakatan terkait gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Jalur Gaza kembali mengalami penundaan. Menurut Hamas, hal ini terjadi karena Israel terus mengajukan syarat-syarat baru yang memperumit negosiasi.
Melalui pernyataan resminya, Hamas menegaskan telah menunjukkan sikap bertanggung jawab dan fleksibel selama proses negosiasi di Doha, yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir.
“Namun, penjajah (Israel) terus menetapkan syarat-syarat baru, termasuk terkait penarikan pasukan, gencatan senjata, pertukaran tahanan, dan pemulangan pengungsi. Hal ini menghambat tercapainya kesepakatan,” demikian pernyataan Hamas.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Israel atas tuduhan tersebut.
Pernyataan Netanyahu dan Sikap Israel
Pada Selasa (26/12), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut bahwa tim negosiasinya akan kembali ke Israel untuk membahas usulan terbaru dalam pertukaran tahanan dengan Hamas. Namun, sejumlah pengamat menilai langkah ini lebih menunjukkan upaya Israel untuk memperlambat proses negosiasi.
Setelah gencatan senjata singkat pada akhir November 2023, Netanyahu beberapa kali mengklaim adanya kemajuan dalam perundingan. Namun, klaim tersebut berbanding terbalik dengan kebijakan agresif Israel di Gaza, yang terus berlanjut.
Menurut data terbaru, Israel menahan lebih dari 10.300 warga Palestina, sementara jumlah sandera Israel di Gaza diperkirakan hanya tersisa sekitar seratus orang. Hamas juga menuding bahwa puluhan sandera Israel telah tewas akibat serangan udara Israel sendiri yang dilakukan secara serampangan.
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Agresi militer Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan hampir 45.400 orang, sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak. Krisis kemanusiaan ini mendapat perhatian internasional, termasuk dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang bulan lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas dugaan genosida di Gaza.
Meski demikian, media Israel Yedioth Ahronoth menyebut bahwa perbedaan pandangan antara kedua belah pihak sebenarnya tidak signifikan, sehingga peluang tercapainya kesepakatan tetap terbuka.
Negosiasi yang tertunda ini menunjukkan betapa kompleksnya konflik di Jalur Gaza, di mana aspek kemanusiaan, politik, dan ekonomi terus berbenturan tanpa solusi yang jelas. (Anadolu)