MK Gelar Sidang Pengujian Pasal 143 Ayat 2 KUHAP Terkait Surat Dakwaan
Abadikini.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Jumat (27/12/2024) di Ruang Sidang MK. Permohonan ini teregistrasi dengan Nomor Perkara 170/PUU-XXII/2024 dan diajukan oleh I Gusti Ngurah Agung Krisna Adi Putra yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh frasa “surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani” dalam pasal tersebut.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani menghadirkan kuasa hukum Pemohon, Singgih Tomi Gumilang, yang menyatakan bahwa pihaknya telah memperbaiki dan memperkuat argumen dalam permohonan. Menurut Singgih, norma terkait surat dakwaan yang harus diberi tanggal dan ditandatangani berpotensi multitafsir dan melanggar asas due process of law, sehingga merugikan hak konstitusional Pemohon.
“Kami juga telah melakukan penyesuaian dasar hukum dengan memasukkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 dan mereformulasi argumentasi untuk menegaskan bahwa frasa tersebut menciptakan ketidakpastian hukum. Ini bertentangan dengan hak atas kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” jelas Singgih.
Berdasarkan argumentasi ini, Pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonan secara penuh. Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan bahwa frasa “surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani” dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, kecuali dimaknai sebagai surat dakwaan yang diserahkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Pengadilan Negeri dan salinannya diberikan kepada Tersangka atau Penasihat Hukumnya.
Pemohon yang sebelumnya menjadi terdakwa dalam kasus narkotika di Pengadilan Negeri Negara, Bali, menilai bahwa ketidakpastian mengenai pihak yang menerima surat dakwaan bertanggal dan bertandatangan dapat menghalangi hak terdakwa untuk memahami dakwaan. Hal ini dinilai merugikan perlindungan hukum yang adil sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.
Pemohon menekankan bahwa ketidakjelasan dalam norma Pasal 143 ayat (2) KUHAP berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya dalam memastikan hak terdakwa untuk memperoleh informasi dakwaan secara sah dan transparan. Sidang ini menjadi bagian dari upaya untuk memperkuat prinsip keadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.