LaNyalla Sambut Putusan MK Hapus PT 20 Persen: Momentum Reformasi Demokrasi Indonesia
Abadikini.com, JAKARTA – Mantan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang pernah mengajukan Judicial Review (JR) terkait penghapusan Presidential Threshold (PT) 20 persen, memberikan apresiasi atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya membatalkan ketentuan tersebut. LaNyalla menilai langkah ini sebagai momentum penting untuk melakukan reformasi mendasar dalam sistem demokrasi Indonesia.
“Perubahan sikap Hakim MK patut diapresiasi. Setelah 33 kali menolak gugatan serupa, termasuk dari DPD RI, akhirnya putusan terbaru ini membuktikan keberpihakan terhadap demokrasi yang inklusif dan menjamin hak setiap warga negara untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin nasional,” ujar LaNyalla, Jumat (3/1/2025).
LaNyalla menegaskan bahwa penghapusan PT 20 persen harus menjadi titik awal pembenahan sistem demokrasi Indonesia. Ia menyerukan kembalinya sistem demokrasi yang berdasarkan Pancasila, dengan menekankan musyawarah mufakat dan representasi hikmat, untuk menghindari politik berbiaya tinggi serta jebakan popularitas yang dapat dimanipulasi.
“Ini saatnya kita kembali ke sistem asli bangsa, yaitu Demokrasi Pancasila. Pemilihan presiden langsung oleh rakyat membutuhkan biaya besar dan kerap melibatkan kepentingan pendanaan, sehingga integritas sering kali terabaikan. Sudah waktunya para hikmat di MPR yang mewakili suara rakyat memilih putra-putri terbaik bangsa,” tegasnya.
Menurut LaNyalla, sistem pemilu langsung juga memiliki kelemahan karena semua suara dihitung sama, tanpa mempertimbangkan kapasitas intelektual dan moral pemilih. Ia berharap Presiden Prabowo Subianto menggunakan momentum ini untuk mendorong reformasi sistem pemilu dan tata negara, kembali ke rumusan asli para pendiri bangsa.
“Saya percaya, dengan semangat Presiden Prabowo untuk kembali pada nilai-nilai Pancasila, ini adalah kesempatan besar untuk memperbaiki sistem. Jangan sampai kita terjebak nostalgia Orde Lama atau Orde Baru, tetapi benar-benar menciptakan sistem yang sesuai dengan karakter bangsa Nusantara,” kata LaNyalla.
Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 2 Januari 2025 menyatakan bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Hal ini menjadi titik balik penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, membuka peluang bagi perubahan fundamental yang telah lama dinanti.