MK Hapus Syarat 20 Persen, Pemilu 2029 Diprediksi Jadi Arena Kontestasi Terbuka
Abadikini.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membuat gebrakan besar. Setelah pada 20 Agustus 2024 menghapus syarat 20 persen suara atau 25 persen kursi DPRD untuk pencalonan kepala daerah, kini MK menghapus syarat pengusungan calon presiden dan wakil presiden berdasarkan Pasal 222 UU Pemilu No. 7 Tahun 2017. Keputusan ini diumumkan pada Kamis (2/1/2025), dan akan berlaku untuk Pemilu 2029.
Pasal yang sebelumnya mewajibkan calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai atau gabungan partai dengan minimal 25 persen suara nasional atau 20 persen kursi DPR dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, syarat tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
Putusan MK yang Bersejarah
Keputusan ini didasarkan pada empat gugatan, yaitu No. 62/PUU-XXII/2024, No. 87/PUU-XXII/2024, No. 101/PUU-XXII/2024, dan No. 129/PUU-XXII/2024. Sebelumnya, MK telah menerima 32 gugatan serupa, namun semuanya ditolak.
MK beralasan bahwa Pasal 222 UU Pemilu memiliki potensi besar untuk menciptakan pasangan calon tunggal, yang berisiko memperlemah demokrasi. Kini, untuk mencalonkan capres-cawapres, cukup diusung oleh satu partai politik yang mengikuti Pemilu 2024, tanpa memandang jumlah kursi di DPR RI.
Peluang Baru bagi Partai-Partai Kecil
Keputusan ini membuka peluang bagi partai-partai yang tidak memiliki kursi di DPR RI, seperti PPP, Partai Gelora, Partai Umat, Perindo, Partai Bulan Bintang (PBB), Hanura, dan partai lainnya untuk mengusung pasangan capres-cawapres. Situasi ini diprediksi akan membuat Pemilu 2029 lebih ramai dengan banyaknya tokoh potensial yang dapat maju.
“Keputusan ini sangat baik. Pertama, memberikan kesempatan bagi tokoh potensial untuk maju. Kedua, suara partai kecil yang merupakan aspirasi rakyat kini lebih dihargai. Ketiga, mencegah dominasi kekuasaan yang seringkali berujung pada pemilu yang tidak sehat,” kata pengamat politik Tony Rosyid.
Dinamika Politik Menuju 2029
Meski memberikan peluang baru, realitas politik menunjukkan bahwa partai-partai kecil kemungkinan besar akan tetap bersikap pragmatis. Mereka dapat mendukung tokoh dengan elektabilitas tinggi untuk meningkatkan peluang kemenangan, sambil memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan posisi tawar politik.
“Partai kecil kemungkinan akan mencalonkan ketua umum mereka sebagai strategi untuk menaikkan bargaining position. Namun, pada akhirnya, mereka cenderung berkoalisi dengan kandidat yang dianggap berpeluang menang,” tambah Tony.
Salah satu tokoh yang diharapkan banyak pihak untuk kembali maju adalah Anies Baswedan. Namun, menurut Tony, putusan ini juga dapat memicu upaya penjegalan terhadap Anies melalui jalur hukum maupun politik.
Keputusan MK ini menjadi katalisator perubahan besar dalam sistem demokrasi Indonesia. Dengan banyaknya peluang yang terbuka, eskalasi politik menuju Pemilu 2029 diprediksi akan semakin dinamis dan menarik untuk diikuti.