Yusril Bicara Tentang Rekayasa Konstitusional Dibalik Ambang Batas Presidential Threshold
Abadikini.com, JAKARTA – Yusril Ihza Mahendra menyinggung jika memakai tafsir tematik dan sistematik ada rekayasa konstitusional di balik lahirnya ambang batas Presidential Threshold di Pemilihan Presiden Pilpres. Hal tersebut dia kemukakan saat melakukan orasi ilmiah di kampus UISU Medan.
Yusril Ihza yang saat ini menjabat Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan itu mengungkapkan, perubahan terhadap Pasal 222 UU No. 17 Tahun 2017 tentang presidential threshold yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UU Pemilu akan dilakukan dengan mendengarkan masukan dari semua pihak.
“Pemerintah masih melakukan konsolidasi internal terkait hal ini,” katanya saat menyampaikan orasi ilmiah dalam acara Dies Natalis Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Selasa (7/1/2025).
Menurut Menko Yusril Ihza dari sudut pandang akademik, jika menggunakan tafsir tematik dan sistematik dengan cara menghubungkan pasal-pasal pemilu dalam Pasal 22E UUD 45 dan pasal pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A, yang menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu
“Sebelum dilaksanakannya pemilihan umum” (anggota DPR dan DPRD) sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 45, maka presidential threshold sejatinya memang tidak ada dan tidak mungkin akan ada” bebernya.
Mantan Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) itu berpendapat disitulah ada rekayasa konstitusional yang dilakukan pembentuk undang-undang untuk membatasi capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu.
“Rekayasa sebelumnya itu sebelumnya dibenarkan MK dengan alasan untuk “memperkuat sistem presidensial,” lanjutnya.
Namun Putusan MK No 62/PUU-XII/2024 tanggal 2 Januari 2025 yang lalu justru mengubah pendirian MK selama ini.
“Setelah 32 kali diuji, baru pada pengujian yang ke 33 MK mengabulkannya,” sambung dia.
“Jadi ada “qaul qadim” atau pendapat lama dan “qaul jadid” atau pendapat baru di MK” kata Menko Yusril mengutip istilah yang digunakan dalam hukum fikih Islam.
Atas pembatalan Presidential Threshold PT oleh MK, Menko Yusril menyatakan, pemerintah menghormati putusan yang menyatakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945.
Apapun putusan yang diambil mahkamah, pemerintah akan patuh pada Mahkamah Konstitusi karena semua tahu putusan MK adalah final dan binding dan tidak ada upaya hukum apa pun yang dapat dilakukan.