Sidang PHPU Bangkalan di MK Ungkap Dugaan Money Politics dan Ketidaknetralan Penyelenggara Pemilu
Abadikini.com, JAKARTA – Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Bangkalan, Jawa Timur di Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkap adanya dugaan pelanggaran politik uang (money politics) dalam bentuk serangan fajar serta ketidaknetralan penyelenggara pemilu. Sidang perkara dengan Nomor 63/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini digelar di Gedung I MK, pada Rabu (8/1/2025), dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah.
Permohonan tersebut diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bangkalan Nomor Urut 2, Mathur Husyairi dan Jayus Salam, dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bangkalan sebagai Termohon, dan Pasangan Calon Nomor Urut 1 Lukman Hakim dan M Fauzan Jakfar sebagai Pihak Terkait.
Serangan Fajar di 18 Kecamatan
Dalam permohonannya, Kuasa Hukum Pemohon Abdurrohman mengungkap bahwa pelanggaran politik uang terjadi dalam bentuk serangan fajar pada 24-27 November 2024, di 18 kecamatan di Kabupaten Bangkalan. Uang yang dibagikan kepada pemilih bervariasi antara Rp 25 ribu hingga Rp 100 ribu.
“Serangan fajar dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), RT, RW, kepala desa, dan kepala dusun, yang mengajak masyarakat memilih Paslon Nomor Urut 1,” ungkap Mathur Husyairi.
Pemohon menyebutkan bahwa uang dalam amplop yang dibagikan kepada masyarakat disertai dengan kartu bergambar Paslon Nomor Urut 1.
Ketidaknetralan Penyelenggara dan Intimidasi Saksi
Selain dugaan money politics, Pemohon juga mendalilkan adanya ketidaknetralan penyelenggara pemilu, mulai dari tingkat TPS hingga KPU Kabupaten Bangkalan.
Ketidaknetralan di tingkat TPS dan PPK disebut terjadi di 13 kecamatan, sementara di tingkat KPU Bangkalan, Pemohon mengklaim terjadi ketidaknetralan saat Rapat Pleno Rekapitulasi Penghitungan Suara.
“Pemohon sudah mengajukan protes agar rekapitulasi di beberapa kecamatan dihentikan karena hanya menggunakan data dari SiRekap, tanpa membuka dan menyandingkan data dari model C-Hasil KWK secara manual,” jelas Mathur.
Selain itu, Pemohon juga mengungkap adanya intimidasi terhadap saksi, termasuk perampasan ponsel di TPS untuk mencegah dokumentasi proses pemungutan suara. Ada juga laporan bahwa saksi Pemohon diberi iming-iming uang Rp 300 ribu agar tidak hadir di TPS.
Tingkat Kehadiran Pemilih Mencurigakan
Pemohon mendalilkan bahwa tingkat kehadiran pemilih di Bangkalan mencapai 90 hingga 100 persen di beberapa TPS, yang dianggap tidak wajar. Pemohon menduga, banyak surat suara yang dicoblos oleh petugas KPPS untuk meningkatkan jumlah suara sah.
“Pemohon mendalilkan bahwa surat suara terpakai yang tinggi disebabkan oleh petugas KPPS yang mencoblos surat suara secara sepihak,” kata Mathur.
Petitum Pemohon: Diskualifikasi Paslon Nomor Urut 1
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, Pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Bangkalan Nomor 2376 tentang penetapan hasil Pilbup Bangkalan 2024. Pemohon juga meminta MK untuk mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 dan menetapkan Mathur Husyairi dan Jayus Salam sebagai pemenang Pilbup Bangkalan.
Majelis Hakim Panel 1 meminta agar Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu memberikan tanggapan pada sidang berikutnya.
“Nanti Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu menanggapi permohonan ini,” ujar Ketua MK Suhartoyo.