KPU dan Pihak Terkait Sebut SK Pelantikan Pejabat Pemprov Sulteng Telah Dibatalkan
Abadikini.com, JAKARTA, – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) selaku Termohon menerangkan ketentuan Pasal 71 ayat (5) UU Pilkada yang memberikan sanksi pembatalan calon hanya ditujukan bagi petahana yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3) secara bersamaan atau kumulatif. Sementara terkait pengangkatan dan pelantikan pejabat oleh Gubernur Sulawesi Tengah yang dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2024 telah dibatalkan berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 800/110/BKD sehingga pengangkatan dan pelantikan tersebut dinyatakan tidak berlaku.
“Yang melakukan pengangkatan dan pelantikan pejabat bukan Wakil Gubernur Petahana melainkan oleh Walikota Kota Palu yang menjabat pada saat itu dengan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri,” terang Ali Nurdin selaku kuasa hukum Termohon di hadapan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Panel 3.
Terkait dalil Pemohon mengenai adanya dugaan pelanggaran hak pilih di 152 TPS dengan klaim lebih dari satu pemilih yang haknya diduga dilanggar atau dihalangi, Termohon menerangkan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS-TPS tersebut sebanyak 77.485. Jumlah ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan selisih perolehan suara antara pasangan calon, yaitu 102.825 suara. Dengan demikian, dugaan pelanggaran yang disampaikan Pemohon tidak berdampak signifikan terhadap hasil pemilihan secara keseluruhan.
“Apabila dalil Pemohon dianggap benar (quad non) dan dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), hal tersebut tetap tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil pemilihan. Perbedaan suara yang signifikan antara pasangan calon menunjukkan bahwa hasil pemungutan suara telah mencerminkan kehendak mayoritas pemilih secara adil dan sah,” tegas Ali.
Bukan Objek Sengketa
Dalam sidang tersebut, Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Nomor Urut 2 Anwar dan Reny A. Lamadjido selaku Pihak Terkait memberikan keterangan. Gugum Ridho Putra selaku kuasa hukum menegaskan bahwa produk hukum yang menjadi objek sengketa berupa SK pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan di Kota Palu tidak diterbitkan oleh Reny A. Lamadjido selaku Cawabup Nomor Urut 2. Reny A. Lamadjido saat itu menjabat sebagai Wakil Wali Kota Palu, sementara produk hukum yang dipermasalahkan diterbitkan oleh Wali Kota Palu yang menjabat pada saat itu.
“Sehingga tidak ada konsekuensi hukum terhadap calon wakil kami. Kemudian, quod non dikatakan sebagai suatu kekeliruan penerbitan SK sebelum periode enam bulan sebagai penetapan calon dan sesudah itu dilarang. Jadi periode enam bulan dihitung sejak tanggal 22 Maret, sementara objeknya sendiri diterbitkan pada 21 Maret, yaitu satu hari sebelum larangan berlaku,” jelas Gugum.
Lebih lanjut, Gugum menegaskan bahwa surat keputusan yang diterbitkan oleh Wali Kota Palu telah dibatalkan oleh wali kota yang bersangkutan. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga telah menegaskan bahwa pembatalan tersebut sah secara hukum. “Secara de facto, objek yang dipermasalahkan sudah tidak menjadi isu yang relevan untuk dipersoalkan kembali,” tambahnya.
Dengan adanya pembatalan tersebut, Pihak Terkait menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum untuk menyalahkan pasangan calon Ahmad Ali-Abdul Karim terkait penerbitan produk hukum tersebut. Mereka berharap permasalahan ini dapat segera diselesaikan dengan mengedepankan prinsip hukum yang berlaku.
Tidak Ada Laporan
Pada kesempatan yang sama, Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah Muh. Rasyidi Bakry, menyampaikan bahwa dalil yang diajukan oleh Pemohon dalam sengketa hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah 2024 tidak disertai dengan laporan atau temuan pelanggaran pemilihan. Hal ini berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Sulawesi Tengah yang tertuang dalam Laporan Hasil Pengawasan tertanggal 12 Desember 2024.
Lebih lanjut, dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa saksi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1 tidak menandatangani formulir Model D. Hasil Prov-KWK-Gubernur yang berisi hasil perolehan suara Pilgub Sulawesi Tengah 2024.
Bawaslu Sulawesi Tengah sebelumnya telah melakukan kajian atas dugaan pelanggaran pada 2 Oktober 2024. Hasil kajian menyatakan bahwa laporan yang diterima tidak dapat diproses lebih lanjut karena tidak ditemukan unsur pelanggaran administrasi pemilihan. Kajian tersebut juga mengungkap fakta bahwa dalam kasus penggantian jabatan oleh Gubernur Sulawesi Tengah pada 22 Maret 2024, Surat Perintah Melaksanakan Tugas (SPMT) belum diterbitkan. Pelantikan pejabat yang dilakukan pada tanggal tersebut akhirnya dibatalkan pada 5 April 2024 dan pelantikan kembali dilakukan pada 29 April 2024 setelah memperoleh izin dari Kementerian Dalam Negeri.
“Berdasarkan pertimbangan dalam putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar, majelis hakim menyatakan bahwa meskipun telah dilakukan pelantikan pejabat, keputusan tersebut belum bersifat final dan mengikat karena belum adanya SPMT. Dengan demikian, keputusan pengangkatan tersebut tidak menimbulkan akibat hukum yang mengikat terhadap pejabat yang bersangkutan. Putusan ini menegaskan bahwa karena pengangkatan belum bersifat final dan telah dikeluarkan surat pembatalan, maka secara hukum pergantian pejabat tersebut dianggap tidak pernah terjadi,” ungkap Rasyidi.
Kemudian, Bawaslu Sulawesi Tengah juga telah mengeluarkan Pemberitahuan Status Laporan pada 2 Oktober 2024, yang menyatakan bahwa laporan yang diajukan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilihan sehingga tidak dapat ditindaklanjuti. Dengan demikian, Bawaslu menegaskan bahwa seluruh tahapan pemilihan telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak ditemukan pelanggaran yang dapat mempengaruhi hasil pemilihan.
Sebelumnya, Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Nomor Urut 1 Ahmad H.M. Ali dan Abdul Karim Al Jufri (Ahmad Ali-Abdul Karim) mendalilkan adanya pelanggaran administrasi dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Tengah. Demikian dalil permohonan yang tercantum dalam Perkara Nomor 284/PHPU.GUB-XXIII/2025. Pemohon mendalilkan adanya dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 2 (Anwar – Reny A. Lamadjido) dan nomor urut 3 (Rusdy Mastura – Sulaiman Agusto) berupa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada. Kedua pasangan tersebut melakukan pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan di Kota Palu dalam batas waktu dan dengan cara dan tujuan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan khususnya UU Pilkada.
Untuk itu dalam petitumnya, Pemohon meminta MK menyatakan batal atau tidak sah Surat Penetapan KPU Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 434 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2024. Kedua, Pemohon menegaskan bahwa Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Nomor Urut 2 (Anwar – Reny A. Lamadjido) dan Nomor Urut 3 (Rusdy Mastura – Sulaiman Agusto) telah terbukti secara sah melakukan pelanggaran administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Oleh karena itu, Pemohon meminta MK untuk mendiskualifikasi kedua pasangan calon tersebut dari kontestasi Pilgub Sulawesi Tengah 2024. Selain itu, Pemohon juga meminta MK menyatakan batal atau tidak sah Surat Penetapan KPU Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 268 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2024, khususnya untuk pasangan calon nomor urut 2 dan 3.