Tantangan Sertifikasi Halal di Australia: Kompleksitas dan Dinamika di Balik Industri Daging
Abadikini.com, QUEENSLAND – Sebagai salah satu eksportir daging terbesar di dunia, Australia menghadapi berbagai tantangan dalam memastikan sertifikasi halal produk-produknya. Isu ini menjadi sorotan utama dalam halaqah bertajuk “Status Halal-Haram Bumbu Masak Tradisional Jepang” yang disampaikan oleh Dyah Robi’ah Al Adawiyyah di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, Jumat (24/1/2025).
Dyah, yang merupakan anggota Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) Australia, menekankan pentingnya sertifikasi halal, terutama untuk produk daging yang banyak diekspor ke negara-negara mayoritas Muslim.
“Pada awalnya, sertifikasi halal di Australia dimonopoli oleh Australia Federation of Islamic Council (AFIC) berdasarkan rekomendasi Arab Saudi,” ungkap Dyah.
Namun, kepercayaan terhadap AFIC terguncang pada 1990-an akibat skandal pergantian daging sapi dengan daging kanguru dan kuda. Insiden ini memicu pembentukan Royal Commission yang mengungkap adanya sertifikasi halal palsu, hingga mendorong diversifikasi otoritas sertifikasi halal di Australia.
Sejak saat itu, berbagai lembaga independen seperti Halal Certification Authority of Australia, Supreme Islamic Council of Halal Meat, dan Islamic Coordinating Council of Victoria bermunculan. Namun, keberadaan banyak lembaga ini menimbulkan tantangan baru berupa perbedaan standar dan praktik dalam proses sertifikasi.
“Ketidakseragaman ini menjadi tantangan besar, baik bagi produsen daging di Australia maupun bagi konsumen Muslim di seluruh dunia,” tambah Dyah.
Selain itu, Dyah juga menjelaskan pentingnya pengawasan yang ketat dan koordinasi antar-lembaga untuk menjaga kepercayaan pasar global terhadap produk halal dari Australia.
Halaqah ini memberikan wawasan mendalam tentang kompleksitas sertifikasi halal di Australia sekaligus menggambarkan upaya yang masih terus dilakukan untuk menyempurnakan sistem tersebut.