Masa Depan Partai Islam di Serambi Madinah
Oleh Dr. Funco Tanipu, MA

Abadikini.com – Partai-partai Islam di Indonesia umumnya menggunakan gambar bulan sebagai lambang utama partainya. Selain bulan, bintang juga kerap menjadi bagian dari simbol partai-partai Islam. Tidak hanya partai politik, beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) juga mengadopsi bulan sebagai bagian dari identitas mereka.
Bulan dan bintang melambangkan keberanian, keteguhan, serta kekuatan politik yang diharapkan dapat menjamin tegaknya syariat Islam. Namun, selain menjadi simbol keagamaan dan politik, bulan juga memiliki makna lain dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, bagi perempuan, bulan menandakan siklus menstruasi atau “datang bulan”. Dalam konteks ekonomi, istilah “awal bulan” dan “akhir bulan” sering dikaitkan dengan kondisi keuangan seseorang. Sayangnya, istilah “bulan-bulanan” justru mengandung makna negatif, yaitu menjadi sasaran ejekan atau perlakuan tidak adil.
Di Gorontalo, istilah “bulan-bulan” memiliki konotasi yang berbeda lagi. Sayangnya, istilah ini merujuk pada minuman memabukkan yang dibuat dari campuran obat batuk cair (komix) dengan minuman bersoda.
Secara historis, meskipun bulan dan bintang identik dengan simbol Islam, penggunaannya sebenarnya telah ada jauh sebelum era Islam. Simbol bulan sabit dan bintang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, terutama oleh masyarakat Asia Tengah dan Siberia dalam pemujaan terhadap dewa-dewa matahari, bulan, dan langit. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa simbol ini pernah digunakan untuk mewakili dewi Carthaginian, Tanit, serta dewi Yunani, Diana.
Saat ini, setidaknya terdapat 12 negara Islam yang menggunakan bulan sebagai bagian dari bendera nasional mereka. Hal ini menunjukkan bahwa simbol bulan tetap memiliki relevansi kuat dalam identitas keislaman dan politik hingga masa kini.
Bagaimana masa depan partai Islam di Indonesia? Dengan berbagai dinamika politik dan sosial yang terus berkembang, partai Islam dihadapkan pada tantangan untuk tetap relevan dan mampu mengakomodasi aspirasi umat. Apakah mereka akan tetap menggunakan simbol bulan dan bintang sebagai identitas ataukah perlu redefinisi makna politik Islam dalam konteks modern? Hal ini menjadi refleksi bagi masa depan partai Islam di “Serambi Madinah”.