Yusril Jelaskan 300 Pidana Mati Belum Dieksekusi
Abadikini.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menanggapi perihal masih ada 300 terpidana mati yang belum dieksekusi. Terlebih, adanya terpidana yang merupakan warga negara asing (WNA).
Mantan Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) itu mengatakan, eksekusi hukuman mati, terutama kepada warga negara asing (WNA), berkaitan dengan hubungan Indonesia terhadap banyak negara serta biasanya mempertimbangkan pula arahan dari presiden.
“Memang kalau eksekusi mati itu kan terkait juga dengan hubungan dengan banyak negara ya. Dan karena itu juga tentu kita harus mendengar apa pertimbangan dan arahan presiden terhadap pelaksanaan pidana mati itu,” kata Yusril dikutip Jumat (7/2/2025).
Ia menjelaskan, Kejaksaan adalah instansi yang berwenang melaksanakan eksekusi. Akan tetapi pada terpidana eksekusi mati, kata dia, terdapat sejumlah hal yang harus dipertimbangkan.
“Beda halnya dengan hukuman mati, hukuman mati itu kan orangnya ditembak, ya selesai, mati ya. Tapi persoalannya karena ini menyangkut negara-negara lain, pertimbangan kemanusiaan dan lain-lain,” ujar dia.
“Orang mengajukan grasi dan lain-lain kepada presiden, akibatnya banyak sekali pelaksanaan hukuman mati itu yang tertunda pelaksanaannya,” imbuhnya.
Pihaknya mengaku, akan terus berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengenai hal tersebut.
“Saya dapat memaklumi apa yang disampaikan oleh Pak Jaksa Agung itu. Karena itu kami tetap berkoordinasi satu sama lain dan menyampaikan kepada presiden, apa pertimbangan presiden, apakah perlu dieksekusi atau mau dibagaimanakan. Pada akhirnya itu adalah arahannya dari Pak Presiden sendiri,” ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkap sebanyak 300 terpidana mati belum dieksekusi hingga saat ini, karena sejumlah kendala yang dialami. Salah satu kendalanya apabila terpidana hukuman mati merupakan WNA.
“Sekarang kami untuk pelaksanaan hukuman mati sudah hampir 300-an yang hukumnya mati tapi tidak bisa dilaksanakan,” kata Burhanuddin di Kejaksaan Tinggi Jakarta, Kamis 6 Februari 2025.
Burhanuddin menjelaskan, mayoritas para WNA yang mendapatkan hukuman mati merupakan terpidana dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Kendala lain, kata Burhanuddin, saat ini banyak negara lain yang menyatakan keberatan terhadap eksekusi mati terhadap warga negaranya.
Untuk itu, Burhanuddin mengatakan, koordinasi secara intensif terus dilakukan dengan Kementerian Luar Negeri untuk mengeksekusi WNA terpidana mati. Burhanuddin mengakui banyak tantangan diplomatik yang juga akan dihadapi pemerintah untuk benar-benar bisa melaksanakan hukuman mati.
“Kita pernah beberapa kali bicara waktu itu masih Menteri Luar Negerinya Ibu (Retno Marsudi), ‘Kami masih berusaha untuk menjadi anggota ini, anggota ini, tolong jangan dulu (dieksekusi), nanti kami akan diserangnya nanti’,” katanya.
Namun, Burhanuddin mengatakan eksekusi mati terhadap WNA juga akan berdampak pada WNI yang terlibat dalam masalah hukum di luar negeri.
“Saya bilang, (WN) China bagaimana kalau kami eksekusi?’ Kebetulan di sana eksekusi mati masih berjalan. Apa jawabnya Bu Menteri pada waktu itu? Pak kalau orang China dieksekusi di sini, orang kita di sana akan dieksekusinya,” katanya.
“Jadi memang sangat-sangat saya bilang capek-capek kita udah nuntut hukuman mati, (tapi) tidak bisa dilaksanakan. Itu mungkin problematika kita,” sambungnya.