KPK Ungkap Keterlibatan Ahmad Ali dan Japto dalam Kasus Korupsi Izin Tambang Batubara

Abadikini.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa politikus Partai Nasdem, Ahmad Ali, dan Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila (PP), Japto Soelistyo Soerjosoemarno, diduga menerima aliran dana dari kasus korupsi perizinan tambang batubara yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa selama menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari menerbitkan lebih dari 100 izin pertambangan batubara.
Setiap izin tersebut disertai dengan permintaan kompensasi sebesar 3,5 hingga 5 dolar AS per metrik ton batubara hingga tahap eksplorasi selesai.
“Ini menghasilkan jumlah uang yang banyak, mencapai jutaan dolar,” ujar Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu malam, 19 Februari 2025.
Asep mengungkapkan bahwa aliran dana gratifikasi tersebut ditelusuri melalui PT BKS dan mengalir ke salah satu ketua organisasi pemuda di Kalimantan Timur. Dari individu tersebut, dana kemudian diteruskan kepada Ahmad Ali dan Japto Soelistyo.
“Dari orang tersebut, uang mengalir ke dua orang ini (Ahmad Ali dan Japto Soelistyo). Di situlah keterkaitannya,” jelas Asep.
Pada Selasa, 4 Februari 2025, tim penyidik KPK menggeledah kediaman Japto Soelistyo dan Ahmad Ali. Dari rumah Japto, KPK menyita 11 mobil mewah, uang tunai sebesar Rp56 miliar, dokumen, dan barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi.
Sementara itu, dari rumah Ahmad Ali, yang juga mantan Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, KPK menyita uang tunai Rp3,4 miliar, tas dan jam tangan bermerek, serta dokumen dan barang bukti elektronik lainnya.
KPK saat ini terus mengusut dugaan penerimaan gratifikasi oleh Rita Widyasari, yang diduga menerima 5 dolar AS per metrik ton batubara dari setiap izin tambang yang dikeluarkan. Rita telah ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, pada 16 Januari 2018.
Mereka diduga menerima gratifikasi dalam bentuk fee proyek, perizinan, dan pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama masa jabatan Rita sebagai Bupati Kutai Kartanegara, dengan total nilai sekitar Rp436 miliar. Dana tersebut diduga dibelanjakan dalam bentuk kendaraan atas nama orang lain, tanah, dan aset lainnya.
Rita telah dieksekusi ke Lapas Perempuan Pondok Bambu setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 6 Juli 2018. Ia terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek.
KPK menegaskan akan terus menelusuri aliran dana terkait kasus ini dan memastikan semua pihak yang terlibat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum yang berlaku.