Kemenkes RI Ajak Masyarakat Peduli Kesehatan Telinga

Abadikini.com, JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day/WHD) yang jatuh setiap tanggal 3 Maret, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengajak seluruh masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan telinga. Langkah ini merupakan dukungan terhadap komitmen global Sound Hearing 2030, yang bertujuan mencegah dan mengurangi gangguan pendengaran di seluruh dunia.
Pada Media Briefing Hari Pendengaran Sedunia 2025, Plt. Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, dr. Yudhi Pramono, mengungkapkan bahwa tema internasional WHD 2025 adalah “Changing Mindsets: Empower Yourself! Make Ear and Hearing Care a Reality for All!”, sementara tema nasionalnya adalah “Cegah Gangguan Pendengaran, Ayo Peduli”. Tema ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan pendengaran, mencegah gangguan pendengaran, serta memahami bahwa gangguan pendengaran dapat dideteksi dan ditangani lebih awal sesuai indikasi medis.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 1,57 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, menjadikannya penyebab disabilitas terbesar ketiga di dunia. “Saat ini, lebih dari 5% populasi dunia atau sekitar 430 juta orang memerlukan rehabilitasi pendengaran, termasuk 34 juta anak-anak. Pada tahun 2050, diperkirakan 2,5 miliar orang akan mengalami gangguan pendengaran pada tingkatan tertentu, dan setidaknya 700 juta orang akan membutuhkan rehabilitasi pendengaran,” jelas dr. Yudhi.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen akibat kebiasaan mendengarkan suara dengan volume tinggi dalam jangka waktu lama. “Diperlukan investasi tambahan sebesar 1,4 USD per orang per tahun untuk memastikan akses layanan kesehatan pendengaran dan telinga yang optimal,” tambahnya.
Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas pendengaran pada usia ≥1 tahun sebesar 0,4%, dengan proporsi pengguna alat bantu dengar mencapai 4,1%. “Artinya, 4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Ini menunjukkan bahwa angka disabilitas akibat gangguan pendengaran cukup tinggi di Indonesia,” jelas dr. Yudhi.
Sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan pendengaran, Kementerian Kesehatan menerapkan empat pilar strategi, yaitu:
1. Promosi Kesehatan: Meningkatkan kepedulian masyarakat untuk mencegah gangguan indera dengan menyebarluaskan informasi melalui media komunikasi, informasi, dan edukasi, serta penyuluhan atau kegiatan lainnya, dan melibatkan peran serta masyarakat.
2. Deteksi Dini: Melakukan upaya kesehatan berbasis masyarakat melalui Posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk menjaring kasus gangguan pendengaran di masyarakat yang kemudian dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
3. Perlindungan Khusus: Memberikan perlindungan bagi kelompok rentan melalui imunisasi dan pencegahan infeksi yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
4. Penanganan Kasus: Memberikan layanan kesehatan yang komprehensif bagi penderita gangguan pendengaran, termasuk rehabilitasi dan penggunaan alat bantu dengar.
Pemerintah juga telah memulai program pemeriksaan kesehatan gratis di Puskesmas yang dapat dimanfaatkan untuk skrining pendengaran. “Pelaksanaan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) saat ini sudah dilaksanakan di seluruh Puskesmas, seperti FKTP maupun satuan pendidikan dengan paket skrining sesuai petunjuk teknis dari PKG, yang termasuk skrining pendengaran,” ujar dr. Yudhi.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL), dr. Yussy Afriani Dewi, menekankan bahwa jika tidak ada langkah pencegahan, jumlah penderita gangguan pendengaran akan meningkat menjadi 700 juta pada tahun 2050. “Gangguan pendengaran yang tidak tertangani juga memiliki konsekuensi ekonomi yang besar, dengan potensi kerugian global mencapai 980 miliar USD per tahun,” jelasnya.
Dr. Yussy menambahkan bahwa penyebab gangguan pendengaran sangat beragam, termasuk faktor genetik, komplikasi saat melahirkan, infeksi telinga, paparan bising, penggunaan obat ototoksik, serta proses penuaan. “Gangguan pendengaran dapat berdampak pada kemampuan bicara dan komunikasi, meningkatkan risiko demensia, serta membatasi akses pendidikan dan pekerjaan. Hal ini dapat mengurangi kualitas hidup seseorang serta meningkatkan beban ekonomi akibat biaya perawatan yang lebih tinggi,” jelasnya.
Menurutnya, sekitar 60% penyebab gangguan pendengaran sebenarnya dapat dicegah. Indonesia menargetkan penurunan angka gangguan pendengaran menjadi kurang dari 1,7% dari total populasi pada tahun 2030. Skrining dan deteksi dini menjadi langkah penting dalam memastikan gangguan pendengaran dapat segera ditangani.
Sebagai langkah pencegahan, dr. Yussy menyarankan beberapa upaya, antara lain:
Pemberian nutrisi seimbang bagi ibu hamil.
Menjaga kebersihan rumah tangga dan lingkungan.
Pemberian ASI eksklusif.