HMI Harapkan Majelis Hakim PN Jaksel Putuskan Perkara Ted Sieong Bebas dari Dakwaan

Abadikini.com, JAKARTA – Ketua Komisi Politik, Hukum dan HAM Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) MPO, Irfan Maftuh, mengharapkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar memutus perkara terdakwa Ted Sieong bebas dari segala dakwaan.

Sebab, melalui kajian hukum PB HMI terkait kasus Ted Sioeng yang dituduh penggelapan dan penipuan oleh Bank Mayapada, merupakan sebuah kasus yang diduga direkayasa. Dan menjadi bukti, sambungnya, pihak terkait yang disebut dalam persidangan termasuk Dato Sri Tahir selaku pemilik dan Komisaris Utama Bank Mayapada tak dihadirkan untuk dimintai keterangan.
“Setelah kami pelajari dan analisis bahwa kasus pidana yang dialami Ted Sieong saat ini diduga kuat rekayasa hukum. Maka kami berharap kepada Majelis Hakim agar memutus bebas dari segala dakwaan atau memutus perkara yang seadil-adilnya,” ujar Irfan Maftuh dalam keterangan persnya, Selasa (4/3/25).
Menurut HMI, hukum merupakan panglima di Indonesia yang menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Maka dari itu, Majelis Hakim akan melihat secara jernih bahwa peristiwa hukum yang dihadapi Ted Sieong dari perdata hingga pidana merupakan murni perkara perdata.
“Kami yakin bahwa Majelis Hakim akan menggunakan hati nuraninya dalam memberikan keadilan kepada Ted Sieong,” jelasnya.
Majelis Hakim akan memutus perkara Ted Sieong pada Rabu, 5 Maret 2025 sesuai informasi SIPP PN Jakarta Selatan.
Diketahui, Mayapada telah menggugat pailit Sioengs Group. Dalam keterbukaan informasi, MAYA menyebut Sioengs memiliki kredit macet Rp1,55 triliun di bank milik konglomerat Tahir tersebut.
Kemudian Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menetapkan Sioeng pailit lewat putusan 55/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst. Ted Sioeng  juga kemudian dipidanakan, dan menjadi buronan Interpol pada 2023 dan akhirnya ditangkap polisi setelah dilaporkan Bank Mayapada atas tuduhan penipuan dan penggelapan.
Di kesempatan lain, persidangan kasus pidana dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada dengan terdakwa Ted Sioeng, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan dari terdakwa.
Kuasa hukum Ted Sioeng, Julianto Asis usai persidangan mengatakan, Dato Sri Tahir selaku pemilik Bank Mayapada terlibat pemufakatan jahat dalam kasus tersebut.
“Tadi sudah dijelaskan bahwa ada nama-nama yang terlibat. Bapak Dato Tahir juga terlibat di sini. Itu pinjaman ada menyebut namanya dia,” ungkapnya.
Karena itu, tandasnya, sudah seharusnya Dato Sri Tahir yang namanya juga sudah disebut dalam persidangan, dilakukan pemeriksaan dan dihadirkan. Tapi sayangnya, hal tersebut urung dilakukan.
“Maksudnya kan kalau memang ada kaitannya, harusnya kan harus diperiksa juga. Tapi sampai hari ini kan tidak pernah diperiksa,” tegas Julianto.
Pihaknya melihat bahwa rencana pemufakatan jahat terhadap Ted Sioeng telah dirancang sejak awal, saat kliennya mulai mengajukan pinjaman senilai Rp70 miliar.
Karenanya, dia meminta kalau masih ada pihak yang berkaitan dengan berkas penyidikan, diperiksa nama-nama itu. Apalagi pihak-pihak yang diduga ingin menjebak Ted Sioeng.
“Bayangin Pak Ted Sioeng bisa ngajuin pinjaman dari Rp70 miliar sampai Rp203 miliar, itu kan fantastis. Siapa sih dia? Kok Bank Mayapada bisa selonggar itu memberikan pinjaman sebesar itu? Terus di kemudian hari ada masalah,” katanya.
*Ahli Sampaikan Pihak yang Sudah Dipailitkan Tak Bisa Dipidana*
Terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada, Ted Sioeng, menghadirkan saksi ahli perdata/perbankan dari UGM Nindyo Pramono dan ahli hukum pidana dari UII Mudzakkir dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
Saksi ahli Nindyo Pramono dalam persidangan menyampaikan, terdakwa Ted Sioeng tidak bisa dipidana jika merujuk pada putusan pailit yang dikeluarkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Sebab, kepailitan masuk dalam asas hukum yang menyatakan peraturan khusus menggantikan peraturan umum atau disebut lex specialis.
“Kalau merujuk Undang-Undang Kepailitan yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), ada salah satu pasal bisa merujuk kalau tidak salah Pasal 29 dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, tegas dinyatakan kalau sudah perkara kepailitan dan debitur dijatuhkan dalam keadaan pailit, maka perkara-perkara di luar kepailitan menjadi gugur, termasuk perkara yang berkaitan dengan peradilan yang sedang berlangsung menjadi gugur. Karena kepailitan adalah lex specialis,” kata Nindyo.
Diketahui, Mayapada telah menggugat pailit Sioengs Group. Dalam keterbukaan informasi, MAYA menyebut Sioengs memiliki kredit macet Rp1,55 triliun di bank tersebut.
Kemudian Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menetapkan Sioengs pailit lewat putusan 55/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Ted Sioeng kemudian menjadi buronan Interpol pada 2023 dan akhirnya ditangkap polisi setelah dilaporkan Bank Mayapada atas tuduhan penipuan dan penggelapan.
Oleh karena itu, lanjut Nindyo, tidak relevan lagi jika kreditur mempersoalkan adanya perbedaan peruntukan dari pinjaman yang dilakukan oleh nasabah atau debitur padahal utang-utangnya sudah dilunasi.
Menurut Nindyo, prinsip dasar bank sebagai kreditur adalah utang atau kreditnya dibayar lunas oleh debitur.
“Tidak relevan lagi menurut saya (kalau sudah terjadi pelunasan utang debitur terhadap kreditur, lalu kreditur menuntut debitur karena perbedaan peruntukan dari dana kredit). Karena kreditur pada dasarnya kalau itu bank, sebenarnya pada dasarnya bank yang penting dalam rangka mengucurkan kredit, itu kredit dibayar lunas,” jelas Nindyo.
Memang, kata dia, ada fase-fase pada saat awal dilakukan pemeriksaan dokumen maupun jaminan kepada nasabah sebelum bank mengeluarkan pinjaman kredit. Selain itu, bank sebagai kreditur juga harus memiliki keyakinan terhadap nasabahnya mampu untuk membayar atau melunasi utangnya tersebut.
Nindyo menjelaskan, hal itu sebagaimana telah diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan beberapa pasalnya diperbaiki oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
“Memang ada fase-fase pada saat awal diperiksa jaminan, apapun jaminannya bisa macam-macam, bisa perorangan termasuk corporate. Prinsipnya yang penting perjanjian kredit itu diberikan asal bank yakin berdasarkan atas itikad baik calon nasabah, bahwa calon nasabah itu pada gilirannya akan mampu mengembalikan utang kredit atau mampu membayar angsuran. Setelah itu dipenuhi, dipakai apapun (uangnya) yang penting dibayar. Bank tidak sempat melihat satu persatu nasabah bisa ribuan, bagaimana peruntukan dari kredit yang diberikan kepada nasabah,” kata Nindyo.
Sementara itu, ahli hukum pidana dari UII Mudzakkir juga menyampaikan, Ted Sioeng selaku debitur tidak bisa dipidanakan dengan tuduhan penggelapan dan penipuan.
Awalnya kuasa hukum Ted Sioeng, Yulianto Aziz, menanyakan Mudzakkir tentang ihwal kredit macet namun dilaporkan penipuan. Apalagi, kata dia, antara hubungan kreditur dan debitur sudah berjalan lancar selama 8 tahun.
“Dilaporkan pidana, debitur menuntut perdata kreditur gugat pailit, di mana saat itu juga pelapor atau kreditur tahu kalau debitur sedang dikenakan red notice. Penyidik tidak pernah memeriksa keterangan dalam BAP. Apa yang dapat disimpulkan?” tanya Yulianto kepada Mudzakkir.
“Jika memang benar terjadi proses-proses yang disebutkan keperdataan sudah berakhir, proses gugatan perdata sudah inkracht, sudah ada putusan. Demikian juga dikatakan kepailitan sudah inkracht, semuanya sudah. Itu sesungguhnya proses hukum keperdataan memang kalau terjadi wanprestasi, ujungnya ada sprti yang ahli terangkan. Jadi kalau begitu, hubungan keperdataan atau hubungan kontrak peminjaman kredit tadi itu sudah terselesaikan berdasarkan putusan-putusan pengadilan yang bersangkutan, baik itu terkait kepailitan maupun terkait keperdataan,” jawab Mudzakkir.
Jadi, lanjut Mudzakir, harusnya proses yang terjadi adalah eksekusi putusan pengadilan niaga mengenai kepailitan, bukan malah pidana. Sehingga, tidak tepat kalau dilaporkan dugaan penipuan dan penggelapan karena perjanjian sudah berakhir.
Apakah masih kemungkinan untuk melaporkan dugaan tindak pidana sebut saja itu penipuan atau penggelapan? Ini kontraknya sudah berakhir. Ketika putusan-putusan sudah dilakukan itu, berarti penyelesaian terkait masalah perjanjian kontrak sudah berakhir. Bergeser menjadi eksekusi daripada putusan pengadilan yang bersangkutan. Kalau itu bergeser ke sana, maka tidak ada alasan untuk melaporkan dugaan tindak pidana tipu gelap dalam kaitannya perjanjian kredit. Karena semua yang terkait perjanjian sudah berakhir ketika ada putusan, apalagi kepailitan. Itu berakhir,” lanjut Mudzakir.
“Atas dasar itu, putusan-putusan tersebut sudah menyatakan bahwa proses hubungan keperdataan berakhir, maka tidak ada alasan hukum untuk melanjutkan perkara pidana melalui proses peradilan karena objeknya sudah tidak ada lagi. Jadi tidak bisa kemudian ditarik menjadi suatu perkara pidana, karena domainnya itu perkara perdata. Wanprestasi itu diselesaikan berdasarkan hukum kontrak. Maka, memidana orang yang sedang berkontrak itu keliru dalam penerapan hukumnya. Ini dalam praktik sering kali kita temukan seperti itu dengan alasan macam-macam,” ungkapnya.
Jaksa penuntut umum (JPU) kemudian mencecar Mudzakkir soal pengajuan peminjaman dengan data palsu seperti yang dituduhkan kepada Ted Sioeng.
“Ada utang piutang kreditur debitur, macet. Kemudian digugat perdata, selesai. Kemudian belakangan baru diketahui ada unsur pidananya yaitu dalam mengajukan permohonan ini debitur mengajukan data-data palsu, kaya slip gaji palsu dinaikkan, intinya ada kebohongan lah. Apakah bisa diproses pemalsuan?,” ujar jaksa.
Mudzakir menjelaskan jika perkara itu kredit macet atau wanprestasi diselesaikan melalui mekanisme keperdataan sudah tetap. Kemudian sisa-sisa diselesaikan wanprestasi melalui kepailitan sudah selesai.
“Berarti menurut ahli adalah berarti itu hubungan dengan keperdataan sudah clear and clean. Kalau clear and clean, mau dipidanakan apa lagi? Karena itu hubungannya sudah clear and clean. Jadi tidak bisa dibuka kembali berkas-berkasnya, ini sudah berujung perbuatan tadi pada putusan kekuatan hukum tetap,” tegasnya.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker
planet128 cahaya128 planet128 turbo128 planet128 rawit128 cahaya128 rawit128 planet128 rawit128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 rawit128 planet128 rawit128 turbo128 planet128 rawit128 planet128 planet128 planet128 planet128 turbo128 rawit128 planet128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 turbo128 planet128 rawit128 rawit128 planet128 turbo128 Slot mega888 slot slot gacor slot demo