Terkait RUU KUHAP Jimly Sarankan Polisi Tetap Lakukan Penyelidikan, Jaksa Penuntutan

Abadikini.com, JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyarankan polisi dan jaksa tetap dipertahankan pada fungsi dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.

Menurut Jimly, jaksa sebaiknya tetap menjalankan fungsi melakukan penuntutan dan polisi tetap bertugas melakukan penyidikan.

Jimly menjelaskan, sebenarnya kejaksaan mewakili negara merupakan pemilik perkara atau pemegang perkara yang dikenal dengan istilah dominus litis seperti di beberapa negara dunia. Namun, kata dia, saat ini ada beberapa yang diatur khusus seperti perkara tindak pidana korupsi itu dibuat tersendiri oleh KPK di Indonesia.

“Jadi dua-duanya bisa, KPK bisa, kejaksaan bisa. Tetapi KPK dibatasi yang di atas Rp 1 miliar, misalnya gitu,” ujar Jimly kepada wartawan terkait RUU KUHAP, Kamis (13/3/2025).

Selain itu, Jimly mengatakan jaksa secara umum merupakan penuntut umum sampai melakukan eksekusi. Sedangkan, penyidikan itu dilakukan oleh kepolisian dan penyidik lainnya yang disebut sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).

Saat ini, Jimly menyebut ada sekitar 56 PPNS. Rencananya, ditambah satu lagi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Jadi jaksa secara umum dia penuntut sampai eksekusi. Polisi dan penyidik lainnya, itu jumlahnya 56 instansi yang namanya PPNS banyak sekali. Selama ini enggak efektif karena semua dikoordinasi oleh kepolisian. Jadi enggak efektif, karena disidik ulang. Ya sudah koordinasinya langsung ke kejaksaan aja, kan dia yang memiliki perkara,” terang dia.

Namun, Jimly mengingatkan agar tidak ada kesan bahwa kepolisian kewenangannya dikurangi dalam RUU KUHAP tersebut. Karena itu, kata dia, sistem yang sudah berjalan selama ini sebaiknya dilanjutkan. Hanya saja, Jimly mengaku tidak mengetahui secara detail seperti apa pembahasan RUU KUHAP terkait kewenangan aparat penegak hukum tersebut.

“Jangan pula polisi jadi enggak ada kerjaan. Jadi misalnya kalau mau, ya sudah kejaksaan enggak usah melakukan penyidikan. Penyidikannya enggak usah kejaksaan. Kejaksaan itu penuntutan saja. Biar polisi yang melakukan penyidikan, penuntutannya itu kejaksaan. Polisi ini kan merasa kok dikurangi pekerjaannya,” imbuh dia.

Kecuali, kata Jimly, kejaksaan bisa langsung melakukan penyidikan untuk perkara tindak pidana khusus atau tindak pidana tertentu seperti korupsi, tindak pidana pencucian uang (TPPU) hingga terorisme. Meskipun, lanjut dia, KPK juga diberikan kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan hingga penuntutan dalam perkara korupsi.

“Semua urusan penuntutan melalui kejaksaan, kecuali tipikor (tindak pidana korupsi) sudah ada KPK. Kan bisa begitu,” katanya.

Di samping itu, Jimly mengingatkan pembahasan RUU KUHAP ini harus melibatkan masyarakat untuk menghindari gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), seperti halnya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Dalam Putusan MK, kata dia, syarat pembentukan undang-undang yaitu adanya partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation.

“Kalau tidak ada meaningful participation, itu bisa dibatalin melalui uji formil. Kan sudah ada kasusnya UU Ciptaker itu dibatalkan secara formil, sehingga seluruhnya dinyatakan tidak berlaku karena tidak adanya meaningful participation. Jadi itu syarat pembentukan undang-undang harus ada partisipasi publik yang bermakna. Kalau enggak, bisa dibatalin di MK,” ujar Jimly terkait RUU KUHAP.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker
planet128 cahaya128 planet128 turbo128 planet128 rawit128 cahaya128 rawit128 planet128 rawit128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 rawit128 planet128 rawit128 turbo128 planet128 rawit128 planet128 planet128 planet128 planet128 turbo128 rawit128 planet128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 turbo128 planet128 rawit128 rawit128 planet128 turbo128 Slot mega888 slot slot gacor slot demo Heroslot77 Happympo