Pakar Hukum Desak Penghapusan Rangkap Jabatan di BUMN untuk Efisiensi Perusahaan

Abadikini.com, BANDUNG – Praktik rangkap jabatan di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mendapat sorotan tajam. Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Sugianto, menegaskan perlunya regulasi tegas yang melarang pejabat aktif, termasuk perwira TNI dan Polri, untuk menduduki posisi rangkap sebagai komisaris atau direksi di BUMN.
Hal ini disampaikannya menanggapi pengunduran diri Direktur Utama Bulog dari dinas TNI pada Jumat (28/3/2025).
“Setop rangkap jabatan karena dapat mengganggu kinerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan BUMN atau di kementerian,” ujar Prof. Sugianto, Guru Besar Hukum UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.
Ia menekankan bahwa pejabat yang merangkap jabatan cenderung tidak fokus dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik.
Meskipun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 mengizinkan prajurit TNI untuk menduduki jabatan sipil pada instansi kementerian atau lembaga negara, Prof. Sugianto menilai bahwa setiap pejabat harus konsisten dalam menjalankan tugas negara.
“Pejabat negara yang mendapat penugasan sebagai komisaris BUMN dan direksi harus bisa memilih satu jabatan dan tidak lagi rangkap jabatan,” tegasnya.
Praktik rangkap jabatan di BUMN telah lama menjadi perdebatan. Beberapa pihak berpendapat bahwa penempatan pejabat dari instansi lain, termasuk TNI dan Polri, sebagai komisaris BUMN tidak melanggar aturan dan bertujuan untuk mewakili kepentingan pemerintah dalam pengawasan perusahaan pelat merah.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar dalam penunjukan tersebut. “Enggak melanggar, enggak ada aturan yang melanggar untuk itu,” ujarnya pada 6 Juli 2020.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Ombudsman RI yang menyoroti potensi maladministrasi akibat rangkap jabatan. Anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih, mengungkapkan bahwa terdapat ratusan komisaris BUMN yang terindikasi merangkap jabatan, yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu kinerja perusahaan.
Ombudsman mendesak Presiden untuk menerbitkan peraturan yang memperjelas penempatan pejabat dari TNI, Polri, dan ASN di BUMN.
Selain itu, Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan bahwa anggota komisaris dilarang merangkap jabatan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019 juga menegaskan bahwa larangan rangkap jabatan berlaku bagi wakil menteri, tidak hanya menteri.
Prof. Sugianto menambahkan bahwa banyaknya BUMN yang mengalami kerugian atau kolaps disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari komisaris utama yang tidak fokus dalam menjalankan tugasnya.
Ia berharap Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat mengambil langkah tegas dengan membuat regulasi yang melarang rangkap jabatan, sehingga BUMN dapat dipimpin oleh sosok yang lebih bertanggung jawab dan berkonsentrasi penuh untuk mencegah kerugian perusahaan.