Gugatan Pembatasan Masa Jabatan Pimpinan Parpol Mengemuka di Sidang MK

Abadikini.com, JAKARTA – Pergulatan hukum terkait pembatasan masa jabatan pimpinan partai politik (parpol) kembali mencuat di Mahkamah Konstitusi (MK). Edward Thomas Lamury Hadjon, seorang dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana, mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) dan Pasal 239 ayat (2) huruf d beserta penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Dalam sidang yang digelar secara daring pada Selasa (22/4/2025) seperti dikutip dari laman MA hari ini, kuasa hukum Pemohon, Putu Surya Permana Putra, menyampaikan bahwa ketiadaan batasan masa jabatan bagi pucuk pimpinan parpol menimbulkan kesulitan bagi kliennya sebagai pengajar hukum tata negara dalam menjelaskan kedudukan parpol di Indonesia kepada mahasiswa. Ia mengutip Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 terkait pembatasan masa jabatan pimpinan organisasi advokat sebagai analogi perlunya pembatasan serupa dalam tubuh partai politik demi kepastian hukum dan mekanisme check and balances.
Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 23 ayat (1) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pimpinan parpol hanya dapat menjabat selama 5 tahun dan dipilih kembali maksimal satu kali dalam periode yang sama. Selain itu, Pemohon juga menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 beserta penjelasannya, meminta agar pemberhentian anggota DPR melalui mekanisme recall oleh parpol harus diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali di daerah pemilihan masing-masing dengan opsi “ya” atau “tidak”.
Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyarankan Pemohon untuk memperkuat argumentasi dengan melakukan studi komparatif praktik pembatasan masa jabatan pimpinan parpol di negara-negara demokrasi lainnya. Sementara itu, Hakim Konstitusi Anwar Usman meminta Pemohon untuk menelusuri kembali apakah isu serupa pernah diajukan ke MK sebelumnya dan mengelaborasi lebih lanjut dasar pengujian Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Ketua Sidang Panel, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, memberikan sejumlah nasihat terkait kedudukan hukum Pemohon, potensi pertentangan pasal yang diuji dengan UUD 1945, serta mekanisme pemilihan kembali dalam hal recall. Beliau meminta Pemohon untuk menyempurnakan permohonan selambatnya pada Senin, 5 Mei 2025.
Sidang berikutnya akan diagendakan setelah Pemohon menyerahkan naskah perbaikan kepada Kepaniteraan MK. (Humas)