Mendikbud Dinilai Kurang Bijak Menanggapi Soal Kasus Jilbab di SMKN 2 Padang
Abadikini.com, JAKARTA – Pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengenai kasus pemaksaan penggunaan jilbab bagi nonmuslim di SMKN 2 Padang menuai apresiasi. Namun, ada pula yang mengkritik.
Dalam video yang beredar, Nadiem meminta pembebastugasan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini.
Namun, pemerhati pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia Indra Charismiadji mengkritik gaya komunikasi Mendikbud tersebut.
Indra menilai pernyataan itu bernada mengancam. Dia menerangkan pernyataan Nadiem itu sama persis dengan kondisi aturan kewajiban berjilbab di SMKN 2 Padang itu.
“Yang beliau sampaikan ini benar, tapi kurang bijaksana,” ujar Indra dalam keterangan persnya, Rabu (27/1/2021).
Menurutnya, jika Mendikbud meminta para pendidik di SMKN 2 Padang dibebastugaskan karena mengikuti aturan kepala daerah, sangatlah tidak bijak. Hal ini menyangkut nasib dan karir seseorang. Indra menyebut ini terjadi akibat Mendikbud yang sudah lebih dari satu tahun memimpin, tetapi belum memahami kondisi dunia pendidikan Indonesia.
Indra pun menerangkan Mendikbud sebagai germaphobe alias orang yang takut kuman di era pandemi Covid-19. Nadiem, menurutnya, benar-benar menerapkan protokol kesehatan (prokes) 3M (menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan).
“Beliau menjaga jarak dari para guru, kepala sekolah, dan insan pendidikan. Beliau memilih untuk menggunakan masker besi sehingga tidak ada percakapan, dialog, diskusi dengan pemangku kepentingan pendidikan. Beliau juga lebih banyak mencuci tangan untuk masalah-masalah pendidikan yang ada di tanah air. Ini protokol kesehatan yang kebablasan,” tegasnya.
Jumlah sekolah, kampus, dan objek pendidikan, ungkap Indra, yang pernah dikunjungi Nadiem selama setahun belakangan ini sangat sedikit. Apalagi jika dibandingkan dengan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) walaupun di tengah pandemic.
“Hal ini membuat jarak yang sangat lebar antara mendikbud dengan gerbong pendidikan yang dipimpinnya. Jika menggunakan alasan kesehatan, pertemuan daring dengan insan pendidikan pun hampir tidak pernah dilakukan,” pungkasnya.