Ada Konflik Kepentingan dalam Pemeriksaan Dodi Hendra, Kader Gerindra di Solok Bangkit Melawan Rekomendasi BK
Abadikini.com, AROSUKA – Dodi Hendra Datuak Pandeka Sati yang selama ini terkesan santai menghadapi Mosi tidak percaya dari sejumlah koleganya di DPRD Kabupaten Solok kini mulai gerah, selaku Ketua DPRD nampaknya ia mulai bangkit melawan, rekomendasi BK yang tentang pemberhentian dirinya selaku Ketua DPRD dilawan. Hal itu lantaran pihak yang memeriksa pengaduan atas dirinya di BK adalah pengadu sendiri.
Selain itu, dalam pemeriksaan BK ternyata Dodi Hendra tidak terbukti bersikap arogan dan otoriter. Ia justeru di periksa atas aduan berbeda. Anehnya, dalam pemeriksaan pihak BK mengirimkan dua Surat Pemberitahuan untuk menindaklanjuti dua aduan, yakni surat pemberitahuan menindaklanjuti aduan anggota DPRD Kabupaten Solok tentang Mosi tidak percaya, surat itu diterima pada tanggal 18 Agustus 2021. Sementara, aduan masuk ke Bk tanggal 6 Juli 2021.
Surat kedua berupa surat pemberitahuan menindaklanjuti aduan masyarakat tanggal juga diterima Dodi Hendra tanggal 18 Agustus 2021, kedua surat itu baru diterima pada tanggal 18 Agustus 2021 yakni saat Rekomendasi BK telah ditetapkan. Surat itupun hanya diterima dalam bentuk file PDF yang dipindai melalui aplikasi Camscanner yang dikirimkan oleh Wakil Ketua BK, Dian Anggraini, SH sehingga terkesan disepelekan oleh BK sehingga surat tersebut tidak berarti apa-apa lagi bagi Dodi Hendra saat itu mengingat Keputusan BK berupa rekomendasi sudah ditetapkan. Hal ini kemudian menjadi bahan keberatan Dodi Hendra karena dalam pemeriksaan ia tidak mendapat kesempatan untuk membela dari, bahkan karna itu pula ia tidak mendapat waktu untuk menyerahkan bukti-bukti yang membantah aduan pengadu.
Kuasa Hukum Dodi, Vino Oktavia menilai pemeriksaan yang dilakukan BK melanggar tata beracara. BK dianggap melanggar asas independen, impartial, fair trail dan profesionalisme dan AUPB. Kata Vino, BK memeriksa 2 aduan dari 2 pengadu yang berbeda diwaktu yang bersamaan, padahal jelas aduan itu memiliki konteks berbeda. Dalam pemeriksaan mengenai Mosi tidak percaya, 4 orang anggota BK yang memeriksa kasus itu kata Vino adalah pengadu, jadi sangat tidak independen dan tidak profesional sehingga tata beracara di BK dan keputusan yang dilahirkan menciderai rasa keadilan.
Klien kami diperiksa oleh BK namun tidak hanya soal aduan mengenai Mosi tidak percaya terhadap klien kami melainkan juga tentang aduan lain dan pemeriksaan tidak dilakukan terpisah meskipun konteks aduan berbeda. Hari dan tanggal aduan, pengadu (subjek), materi aduan (objek), semuanya berbeda dan itu diperiksa dalam satu berkas oleh BK, ini jelas melanggar hukum. Klien kami dirugikan karna tidak memiliki kesempatan membantah aduan dan menyerahkan bukti-bukti ke BK, akibatnya rekomendasi BK cacat hukum,”ujar Vino.
Lebih lanjut kata dia, Dodi Hendra sebagai teradu tidak pernah mendapat surat pemberitahuan mengenai materi aduan dari BK, hal ini membuat Dodi Hendra tidak dapat menyiapkan pembelian dirinya dalam pemeriksaan di BK. Hal yang diabaikan oleh BK itu disinyalir melanggar HAM dan bentuk ketidak profesionalnya BK dalam memeriksa aduan.