Kasus Pungutan Liar Berkedok Iuran Komite di Sekolah Harus Jadi Perhatian Serius
Abadikini.com, SOLOK – Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Solok, Risko Mardianto, SH (29) mengatakan praktek pungutan liar di sekolah belum sepenuhnya terhenti pasca dibentuknya saber pungli. Hal itu, kata dia, perlu perhatian serius dari Pemerintah.
Peran aktif dari Dinas Pendidikan didaerah untuk menanggulangi, mencegah dan menghentikan praktek pungutan liar di sekolah sangat penting, sebab, pungutan di sekolah sendiri dilarang oleh aturan,” kata Risko Mardianto, SH di Kantor LBH Solok, Minggu 9 Januari 2022.
Menurut pengacara publik tersebut, tidak ada larangan bagi komite sekolah untuk melakukan penggalangan dana guna keperluan sekolah, namun hal itu hanya dapat dilakukan dalam bentuk sumbangan atau bantuan, bukan pungutan.
Risko mengutip Pasal 10 ayat 2 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang komite sekolah yang menyebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
“Kalau bantuan itu sifatnya tidak rutin, namanya juga bantuan. Bantuan bisa dari pemerintah, masyarakat. Sumbangan juga sama, tidak ditentukan waktunya, tidak rutin,” ujarnya.
Risko mengatakan bantuan dan sumbangan berbeda dengan pungutan. Pungutan artinya jumlah uang sudah ditentukan termasuk waktu pembayarannya. Dia juga menjelaskan permendikbud itu mengatur bahwa komite sekolah harus membuat proposal yang diketahui oleh sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat. Selain itu, hasil penggalangan dana harus dibukukan pada rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah.
Berdasarkan permendikbud tersebut, hasil penggalangan dana dapat digunakan antara lain untuk menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan, pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan, pengembangan sarana/prasarana, dan pembiayaan kegiatan operasional komite sekolah dilakukan secara wajar dan dapat dipertanggung jawabkan.
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 juga menyebut penggunaan hasil penggalangan dana oleh sekolah harus mendapat persetujuan dari Komite Sekolah, dipertanggungjawabkan secara transparan, dan dilaporkan kepada komite sekolah. Adapun, komite sekolah dalam permendikbud tersebut terdiri dari orang tua/wali siswa yang masih aktif di sekolah, tokoh masyarakat, anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, dan pakar pendidikan.
“Dinas pendidikan harus segera melakukan pemeriksaan kepada sekolah yang diduga melakukan pungutan berkedok iuran komite, sebab, kami juga menerima informasi dan pengaduan kalau ada uang komite yang diwajibkan kepada seluruh peserta didik yang besaran dan jangka waktunya sudah ditetapkan dan apabila tidak sanggup bayar maka peserta didik tidak menerima rapor hasil belajar. Dinas jangan tunggu laporan saja, tapi melakukan penelusuran sehingga bisa menemukan langsung ada penyimpangan ditingkat satuan pendidikan,” papar Risko.