Pengusaha Thailand Diuntungkan dengan Legalisasi Ganja Nonmedis
Abadikini.com, BANGKOK – Para pengusaha di Thailand diuntungkan dengan berbagai produk yang mengandung ganja, seperti pasta gigi, teh, sabun, dan makanan ringan, setelah pemerintah setempat melegalkan ganja untuk kepentingan nonmedis tahun ini.
“Ganja memberi saya tidur yang nyenyak dan nyaman,” kata Pakpoom Charoenbunna (32) yang membeli minuman mengandung ganja dari penjual teh susu langganannya.
Thailand menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan ganja pada 2018 untuk penggunaan medis dan penelitian.
Bulan lalu, Thailand tidak lagi memperlakukan ganja sebagai komoditas ilegal. Kebijakan mengeluarkan ganja dari daftar narkotika tersebut telah mendorong lebih banyak penggunaan untuk tujuan rekreasional.
Secara resmi, produk komersial yang disetujui oleh regulator makanan dan obat-obatan dapat mengandung kanabidiol (CBD), bahan kimia dalam ganja yang tidak membuat penggunanya mabuk.
Namun, regulator membatasi kandungan tetrahidrokanabinol (THC) –bahan aktif yang membuat penggunanya mabuk– dalam produk ganja hanya 0,2 persen.
Thailand memiliki sejarah panjang penggunaan ganja dalam pengobatan tradisional untuk meredakan sakit dan nyeri.
Saat ini para inovator berkreasi dengan ide-ide baru, salah satunya adalah Surawut Samphant, pemilik toko ganja Channherb, yang membuat pasta gigi.
“Salah satu bahannya adalah minyak biji ganja sativa yang mengandung CBD,” kata dia.
Surawat mengatakan pasta gigi membantu perawatan gusi dan seorang pelanggan mengakui manfaatnya.
“Gigi saya mundur dan kadang-kadang terinfeksi,” kata Nikom Rianthong yang telah menggunakan pasta gigi ganja selama dua bulan.
“Itu memecahkan masalah saya,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia tak akan lagi menggunakan pasta gigi lain.
Pemilik toko kudapan Kanomsiam, Kreephet Hanpongpipat, sudah lama menjual penganan rasa pandan tetapi setahun yang dia lalu menambahkan daun ganja untuk menarik pelanggan baru.
Kreephet mengatakan pelanggannya mengatakan kudapan yang mengandung ganja membantu mereka tidur nyenyak.
Namun, menurut Kreephet, perlu ada lebih banyak pendidikan publik tentang manfaat dan bahaya ganja sehingga dapat digunakan dengan aman.
Menteri Kesehatan Anutin Charnvirakul, penggagas utama di balik legalisasi ganja untuk tujuan medis, memperkirakan industri ini bisa bernilai lebih dari 3 miliar dolar AS (sekitar Rp45 triliun) dalam waktu lima tahun.
“Saya ingin melihat orang menjadi kaya dengan memperlakukan produk ini dengan cara yang positif. Kebijakan saya tentang ganja hanya berfokus pada tujuan medis dan perawatan kesehatan. Itu saja. Kami tidak dapat mendorong penggunaan ganja dengan cara lain,” kata dia.
Produsen ganja telah mempromosikan ganja untuk kepentingan medis dan kios-kios yang menjual ganja bermunculan di seluruh negeri.
Anutin mengatakan bahwa ada undang-undang kesehatan masyarakat yang dapat mencegah penggunaan rekreasional meskipun RUU ganja sedang dibahas di parlemen.
Sumber: Reuters