Rocky Gerung Nilai Prof. Yusril Ihza Mahendra Pantas Menjadi Perisai Hukum Jokowi
Abadikini.com, JAKARTA – Pengamat politik Rocky Gerung berkelakar, sebaiknya Presiden Jokowi menggunakan kelihaian hukum Prof. Yusril Ihza Mahendra sebagai perisai hukum ketika tidak lagi menjabat sebagai presiden. Cara ini, dianggap efektif mengatasi fenomena politik ‘balas dendam’ politik seusai masa tugas.
“Baiknya ajak Yusril. Cuma yusril yang bisa melakukan penyelamatan,” ujar Rocky, saat menjadi pembicara di acara diskusi publik bertajuk “Harkat, Martabat dan Keselamatan Seorang Mantan Presiden, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Jumat (1/9/2023).
Rocky mengamini, secara antropologi politik di Indonesia, berbasiskan dendam. Di awali ketika Ken Arok menjadi Raja, hingga fenomena antar Presiden di Indonesia. Misalnya, dijatuhkannya Presiden Gus Dur, hingga inharmonisasi hubungan politik Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pun, ketika Jokowi tidak lagi menjabat sebagai Presiden RI, bisa jadi mendapatkan serangan dari presiden terpilih. Termasuk, jika Anies Baswedan misalnya menjadi Presiden 2024-2019. Sarannya, Jokowi tidak perlu terlalu khawatir ihwal itu.
“Perisainya apa? Ada perisai hukum, hingga culture tersedia. Tetapi perisai yang paling tangguh adalah batin presiden sendiri,” jelasnya.
Masalahnya, ungkap Rocky, perisai batin Presiden Jokowi dianggap retak. Presiden SBY, menurutnya lebih stabil karena memiliki kendaraan politik yang melindunginya, yaitu Partai Demokrat. “Anda bayangkan Jokowi, tidak punya partai. Kecemasan tiba-tiba hilang kekuasaan,” katanya.
Nah, menurutnya sosok yang bisa menjadi perisai hukum Jokowi adalah Yusril. Cara lain agar Presiden Jokowi mendarat mulus di penghujung kepemimpinannya adalah dengan mengubah Presidential Threshold menjadi nol persen.
“Seharusnya Pak Jokowi ajak Prof Yusril jadi calon presiden atau cawapres, karena Prof Yusril yang bisa menyelamatkan Pak Jokowi. Sebab gak ada orang lain yang tahu, Prof Yusril yang hanya bisa jadi tameng Presiden Jokowi dan yang paham seluk-beluk penyelamatan,” kelakar Rocky.
Pernyataan Rocky Gerung pun langsung disahut oleh Pangi Syarwi Chaniago sebagai pengamat politik. “Jadi Prabowo-Yusril cocok ya?,” tanya Pangi yang juga sebagai narasumber bersama Fahri Bachmid, Bivitri Susanti, Rocky Gerung, dan dimoderatori Titi Anggraini.
Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti juga mengamini kelihaian Yusril terhadap Presiden Soeharto. Ceritanya begini, Yusril diamininya sebagai pembuat teks pidato Soeharto ketika meninggalkan jabatannya.
Di pidato itu, Soeharto menyebutkan bukan mengundurkan diri sebagai Presiden, melainkan berhenti. Secara hukum, makna mengundurkan diri dan berhenti itu memiliki arti yang berbeda. Nah disinilah kelihaian seorang Yusril menjaga wibawa Presiden Soeharto kala itu.
“Pidato Soeharto itu bukan mengundurkan diri, tetapi berhenti. Itu yang bikinin Pak Yusril. Kalau mundur, artinya sudah tidak sanggup. Berhenti ya berhenti, karena tidak mendapatkan lagi mandat rakyat,” ungkap Bivitri.
Sementara, Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid mengusulkan pentingnya dibentuk regulasi berupa Undang Undang Transisi Kekuasaan Presiden. Isinya, mengatur kekuasaan untuk menjaga marwah mantan Presiden dan Wakil Presiden. Baginya, itu adalah hal positif menjaga stabilitas nasional.
“Jangan hukum menjadi alat gebuk. Tradisi ini harus kita hentikan,” katanya.
Dirincikannya, pengalaman tidak baik terjadi kepada Soekarno seusai menjabat, termasuk Soeharto, hingga Gus Dur.
Harapannya, ke depan ada pengaturan baik dalam hukum positif agar ini dilakukan secara beradab.
“Transisi bisa memberikan kepastian dan kesinambungan. Jangan jadi ajang balas dendam,” tutupnya.