FASTEMI untuk Atasi Serangan Jantung di Daerah Terpencil
Abadikini.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meluncurkan program FASTEMI (Farmako Invasif Strategi Tatalaksana ST Elevation Myocardial Infarction/STEMI) yang bertujuan untuk membantu masyarakat dengan risiko tinggi penyakit jantung. Saat ini, program tersebut masih dalam tahap uji coba di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
dr. Isman Firdaus, Sp.JP(K), FIHA, FESC, FSCAI, selaku Pimpinan Pilot Project Program FASTEMI, menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk mempersiapkan dan memberikan pertolongan bagi pasien yang mengalami serangan jantung tipe STEMI. STEMI terjadi akibat penyumbatan total pada pembuluh darah arteri koroner, yang menyebabkan otot jantung tidak mendapatkan suplai oksigen. Kondisi ini merupakan jenis sindrom koroner akut yang memiliki risiko komplikasi serius dan kematian.
Menurut dr. Isman, penanganan serangan jantung STEMI selama ini hanya dapat dilakukan di provinsi dan kota besar dengan menggunakan catheterization laboratory (cath lab) untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat. Melalui program FASTEMI, diharapkan dapat memberikan pertolongan pertama bagi pasien di daerah terpencil dengan menggunakan obat-obatan penghancur bekuan darah seperti fibrinolitik atau trombolitik.
“Adanya inisiatif program FASTEMI ditujukan sebagai upaya pertolongan pertama bagi pasien yang mengalami serangan jantung tipe STEMI di daerah terpencil yang jauh dari kota besar. Jika di kota besar ada cath lab untuk penanganan serangan jantung, di daerah yang tidak memiliki cath lab dan dokter jantung, pasien bisa ditolong dengan tata laksana FASTEMI menggunakan obat-obatan penghancur bekuan darah,” jelas dr. Isman di Jakarta, Jumat (12/7).
Program FASTEMI, yang dimulai sejak November 2023, mengalami percepatan pada Maret-April 2024. Perluasan pilot project FASTEMI direncanakan akan mencakup 34 provinsi di Indonesia, dengan melibatkan 34 rumah sakit pengampu yang akan membimbing puskesmas-puskesmas di wilayahnya. Upaya ini dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan sumber daya manusia (SDM) kesehatan hingga ketersediaan alat pertolongan kegawatdaruratan.
“Konsep program FASTEMI ini diawali dengan pelatihan SDM kesehatan di puskesmas, khususnya dalam pemberian obat tenecteplase. Selain itu, puskesmas juga akan disiapkan dengan perangkat-perangkat untuk pertolongan kegawatdaruratan seperti defibrillator atau Automated External Defibrillator (AED), alat EKG, dan obat-obatan yang diperlukan untuk penanganan serangan jantung,” terang dr. Isman.
Pilot project FASTEMI juga didukung oleh fasilitas telemedisin antara puskesmas dan rumah sakit pengampu, yang memungkinkan konsultasi hasil EKG dengan dokter spesialis jantung melalui aplikasi KOMEN (Konsultasi Medis Online). Uji coba program ini dilakukan di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Pasaman Barat, yang telah memiliki alat defibrilator, EKG, dan dokter-dokternya sudah terlatih dalam kegawatdaruratan jantung tingkat lanjut (ACLS).
“Dengan adanya program FASTEMI ini, diharapkan dapat menurunkan angka kematian akibat serangan jantung. Pertolongan pertama pasien serangan jantung dengan penyumbatan pembuluh darah arteri jantung total dapat dilakukan di puskesmas,” tutup dr. Isman.