BPJPH Tidak Boleh Memaksakan Keluarkan Sertifikasi Halal
Abadikini.com, JAKARTA – Aturan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang mewajibkan setiap produk yang diperjualbelikan di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal menuai kritik. Karena, jika pelaku usaha tidak mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikasi halal, maka BPJPH akan memberikan sanksi.
Direktur Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengingatkan, aturan tersebut tidak boleh dipaksakan atau menjadi tekanan bagi masyarakat.
Ia menekankan bahwa bagi umat Muslim, produk halal memang diwajibkan. Namun bagi pemeluk agama lain, seharusnya tidak perlu ada kewajiban tersebut.
“Ya tidak boleh dipaksa-paksa. Tidak boleh ditekan-tekan. Bagi umat muslim produk halal wajib, bagi yang beragama lain kan tidak wajib,” kata Ujang kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Selasa, 29 Oktober 2024.
Ujang berharap kebijakan ini dapat diterapkan secara proporsional agar tidak membebani masyarakat yang berbeda keyakinan. Sambil tetap menjaga hak umat Islam untuk mengonsumsi produk halal sesuai ajaran agama mereka.
“Prinsipnya adalah menegakkan aturan yang berbasis kesadaran, serta mempertimbangkan kepentingan agama dan bangsa,” tandas analis politik Universitas Al Azhar Indonesia itu.
Kewajiban sertifikasi halal bagi produk yang beredar di Indonesia berlaku mulai 18 Oktober 2024. Kewajiban ini berlaku bagi produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta hasil sembelihan dan jasa sembelihan. Baik yang diproduksi oleh pengusaha besar, menengah, kecil, maupun mikro.
“Terhitung mulai 18 Oktober 2024, kewajiban bersertifikat halal secara resmi diberlakukan bagi produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal,” kata Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, di Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2024.