Pelemahan Rupiah Dipicu Kebijakan AS, Sri Mulyani: Gejolak Global Pengaruhi Kurs

Abadikini.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah yang mencapai level Rp16.340 per dolar AS pada 10 Maret 2025 disebabkan oleh kebijakan Amerika Serikat.
Dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025 di Jakarta, Kamis (13/3), Sri Mulyani menjelaskan bahwa nilai tukar rupiah pada akhir 2024 berada di level Rp16.162 per dolar AS, dengan rata-rata sepanjang tahun Rp15.847 per dolar AS. Sejak Januari 2025, rupiah terus melemah, mencapai Rp16.340 per dolar AS pada 10 Maret 2025, dengan rata-rata tahun berjalan (year-to-date/ytd) Rp16.309 per dolar AS.
“Mulai Januari, dan terutama semenjak Presiden Donald Trump dilantik, begitu banyak kebijakan eksekutif Trump yang terus menerus menimbulkan gejolak. Gejolak ini dirasakan di seluruh dunia dan ini terefleksikan pada kurs rupiah,” ujarnya.
Di sisi lain, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun mengalami fluktuasi akibat dinamika global, dengan realisasi per 10 Maret 2025 sebesar 6,88 persen dan rata-rata tahun berjalan di 6,98 persen. Kementerian Keuangan meyakini imbal hasil SBN masih stabil dan terjaga pada level yang kompetitif, sambil terus mewaspadai dan memitigasi potensi risiko dinamika global terhadap pasar keuangan domestik.
Pada penutupan perdagangan Rabu (12/3) di Jakarta, rupiah melemah 0,27 persen menjadi Rp16.452 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.409 per dolar AS.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai pelemahan rupiah didorong oleh hasil rilis rating dari Fitch. “Fitch mengafirmasi rating Indonesia di level ‘BBB’ dengan outlook stabil pada Selasa (11/3). Namun, Fitch menggarisbawahi potensi ketidakpastian dari APBN, terutama di jangka menengah, dan memperkirakan pelebaran defisit di tahun-tahun mendatang,” ujarnya.
Fitch memproyeksikan defisit fiskal sedikit melebar ke 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini, dibandingkan defisit APBN 2024 sebesar 2,29 persen. Lembaga pemeringkat itu juga menyoroti pembentukan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund/SWF) Danantara. Meski Danantara bertujuan untuk pembangunan berkelanjutan dan peningkatan investasi strategis, Fitch berpendapat pemerintah Indonesia perlu mencermati potensi risiko kewajiban kontinjensi yang mungkin timbul.
Pengamat pasar uang sekaligus Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menambahkan bahwa pasar masih mewaspadai ancaman perang dagang karena Presiden AS Donald Trump masih menebar ancaman kenaikan tarif ke negara lain. Berdasarkan berbagai faktor tersebut, kurs rupiah mungkin menguat ke arah Rp16.400 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran Rp16.480 per dolar AS. Pada pembukaan perdagangan Kamis pagi di Jakarta, rupiah melemah tipis sebesar 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.453 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.452 per dolar AS.