Habibie Center Sebut Jokowi Kecewa Anak Buah Tak Paham Maritim
Abadikini.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo(Jokowi) disebut pernah mengeluh dan kecewa soal anak buahnya yang tidak mengerti visi poros maritim dunia.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Yayasan Dewan Pimpinan The Habibie Center, Sofian Effendi dalam sambutannya di acara Seminar Nasional Prospek Poros Maritim Dunia di Periode Kedua Jokowi, di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (6/8).
“Pak Jokowi pernah mengeluh soal itu, beliau bilang, tidak ada yang ngerti. Saya bilang, gertak lagi saja, Pak,” ungkap Sofian seperti dilansir Abadikini dari CNN.
Visi poros maritim dunia diketahui telah dicanangkan saat Presiden Jokowi terpilih pada 2014 lalu. Dalam visi itu, perekonomian berbasis maritim itu diharapkan dapat menambah lajunya pembangunan ekonomi di Indonesia.
Namun demikian, Sofian mengaku kabinet Jokowi belum berhasil untuk merumuskan definisi poros maritim.
“Sayangnya, sampai sekarang definisi operasional dari poros maritim belum berhasil dirumuskan oleh para pembantunya di kabinet,” ujar dia.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Sjarief Widjaja mengatakan sebenarnya sejak tahun 2014 lalu blue print poros maritim itu sudah ada.
Ia menjelaskan hal itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.
“Di sana sudah detil sekali plan action dari poros maritim dan sekarang bukan saatnya bicara prospek tapi pemantapan,” jelasnya.
Sjarief kemudian menerangkan dalam blue print itu terdapat lima pilar utama penopang poros maritim. Kelimanya adalah pembangunan kembali budaya maritim Indonesia, menjaga dan mengelola sumber daya laut, infrastruktur dan konektivitas, diplomasi maritim dan juga pertahanan dan keamanan laut.
Meski demikian Sjarief tidak menampik adanya permasalahan dalam penerapan hal tersebut. Sejumlah masalah itu adalah illegal fishing, penurunan minat rumah tangga nelayan serta tingkat kemiskinan yang masih tinggi.
“Kita punya 650 ribu perahu tapi hanya 11 ribu yang di atas 30 GT, sisanya perahu kecil. Inilah yang menyebabkan ada kemiskinan dan gini rasio. Komposisinya tidak seimbang,” kata dia.
Ia juga mencontohkan ketimpangan pada pelaku usaha pengelola ikan yang jumlahnya hanya ada 750 pengelola besar dari 67 ribu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Hal ini lah yang menurutnya menyebabkan pengusaha Indonesia tidak bisa bersaing di pasar ekspor seperti Amerika, Eropa dan Jepang, karena belum memiliki sertifikasi.
“Tugas kami mengangkat UMKM supaya mampu memenuhi standar sertifikasi agar bisa ekspor,” tambahnya.
Visi Poros Maritim 2014 Baru Sumbang 7 Persen ke PDB
Selain itu, Sofian mengatakan realisasi visi poros maritim Indonesia yang dicanangkan pada 2014 lalu baru menyumbang sekitar 7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal menurut Sofian dalam bidang perikanan sudah ada perusahaan yang sebenarnya memiliki kesuksesan yang cukup besar.
“Poros maritim terhadap PDB Indonesia baru 7 persen dari Rp 14.300 triliun. Padahal potensi ekonomi dari maritim kita dari semua, ikan, udang dan lain-lain itu jauh lebih besar dari itu,” ujar Sofian.
Sumbangan 7 persen itu menurut Sofian sangat sedikit jika dibandingkan dengan kesuksesan eksploitasi kekayaan laut. Ia pun mengatakan Indonesia semestinya lebih bisa untuk menambah eksploitasi keadaan lautnya untuk bisa menambah sumbangsih poros maritim ke negara hingga 30 persen.
Menurut Sofian hal ini akan mempermudah meningkatkan kemakmuran para nelayan. Ia lebih lanjut menegaskan dengan menjelaskan sebuah contoh. Misalnya dengan tidak menggiring anak ikan tuna ke luar negeri dan membiarkan pembudidayaan di negara lain dengan teknologi negara lain.
“Banyak negara yang makmur dengan potensi laut. British Columbia di Kanada bisa makmur karena laut. Tapi di kita tidak bisa memberdayakan,” ucapnya.
Pada 2014, Presiden Joko Widodo mencanangkan gagasan poros maritim dunia setelah terpilih menjadi presiden. Visi itu dinilai sebagai modal janji manis Jokowi untuk membenahi konektivitas ekonomi antarpulau yang dinilainya tidak dikelola dengan baik. Muara visinya mewujudkan kemandirian ekonomi dan sumber daya maritim.
Sejumlah pengamat dan koalisi masyarakat memandang mimpi poros maritim dunia ini kandas di tengah ambisi infrastruktur darat dan keran investasi yang dibuka lebar.
Salah satunya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Susan Herawati yang mengaku tidak terkejut dengan sikap Jokowi yang tidak menyinggung soal poros maritim yang dahulu dijanjikan. Dia menilai poros maritim yang pernah keras menggaung, sudah lama gagal terwujud.
“Kami menyayangkan, tapi kami bisa baca arahnya ke mana ketika beliau (Jokowi) terpilih kembali. Di lima tahun terakhir saja dengan konsepsi poros maritim itu gagal,” ujar Susan kepada CNNIndonesia.com, Senin (15/7).
Susan menuturkan kegagalan Jokowi mewujudkan poros maritim terjadi karena tujuan dari hal itu bukan untuk menyejahterakan nelayan atau masyarakat bahari. Ia melihat poros maritim yang dijanjikan Jokowi lebih berpihak pada bisnis semata.
Susan menyebut kegagalan Jokowi membangun poros maritim mengecewakan banyak nelayan. Padahal, kata dia, Jokowi pernah berjanji menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dari atas kapal pinisi di Pelabuhan Sunda Kelapa saat baru terpilih menjadi presiden 2014.