Pemberian Sistem Upah Per jam akan Dituangkan dalam UU
Abadikini.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan rencana pemberian upah berbasis per jam akan diterapkan bagi pekerjaan yang menghabiskan waktu 35 jam ke bawah selama satu minggu. Sedangkan yang di atas 40 jam tetap memberlakukan upah formal atau bulanan.
Hal itu diungkapkan usai rapat terbatas (ratas) mengenai RUU omnibus law cipta lapangan kerja di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/12/2019).
“Ada penghitungannya, formula penghitungannya ada. Jam kerja kita kan 40 jam seminggu. Di bawah 35 jam per minggu itu maka ada fleksibilitas itu. Nanti di bawah itu hitungannya per jam,” kata Ida.
Ida mengaku skema pemberian upah berbasis per jam juga akan masuk dalam UU omnibus law cipta lapangan kerja cluster ketenagakerjaan. Dirinya pun sudah mensosialisasikan kepada para pekerja mengenai rencana tersebut.
“Dalam konteks fleksibilitas waktu kerja karena fleksibilitas ternyata banyak dibutuhkan. Saya sounding dengan banyak teman-teman pekerja mereka juga memehami itu dan bahkan dalam konteks itu dibutuhkan fleksibilitas,” ujarnya.
Dia pun akan mensosialisasikan rencana tersebut kepada pengusaha tanah air. Tujuannya agar rencana ini bisa dimengerti dan tanpa harus menghapus aturan upah minimum provinsi (UMP).
“Saya mau sampaikan terkait dengan ini kita sounding pengusaha dan serikat pekerja mereka memahami. Nanti pengaturannya akan kita atur,” ungkap dia.
Perlu diketahui, sistem upah bulanan adalah pekerja mendapat gaji tetap dengan nilai tertentu ditambah insentif. Pekerja yang tidak tidak masuk seminggu dalam sebulan pun mendapat gaji setara dengan mereka tidak pernah izin, mungkin yang membedakan adalah insentif harian.
Sedangkan upah per jam adalah gaji yang diterima dihitung berdasarkan jam kerja. Misalnya dalam sebulan bekerja 35 jam, maka gaji per jam dikalikan 35 dan itulah upah yang diterima setiap bulan. Jadi mereka yang tidak pernah izin bakal mendapat gaji lebih besar ketimbang yang sering absen.