Di Tengah Pandemi Covid-19, Kawasan Laut Cina Selatan Tegang
Abadikini.com, JAKARTA – Ditengah Pandemi Covid-19, kawasan Laut Cina Selatan mengalami ketegangan setelah terjadi manuver dari kapal Penjaga Pantai Cina dan kapal nelayan negara itu terhadap kapal eksplorasi minyak milik Malaysia pada April 2020.
Pada Mei 2020, pemerintah Cina juga melarang nelayan Filipina dan Vietnam mencari ikan di kawasan Laut Cina Selatan.
Alasannya, tindakan nelayan kedua negara itu dianggap merugikan kepentingan Cina dan melanggar hak kedaulatan negara itu di kawasan Laut Cina Selatan.
“Vietnam meminta Cina untuk tidak membuat situasi di Laut Cina Selatan menjadi lebih kompleks,” kata Le Thi Thu Hang, juru bicara kementerian Luar Negeri Vietnam, seperti dilansir Straits Times pada 9 Mei 2020.
Hang mengatakan ini untuk memprotes keputusan Cina yang membuat keputusan unilateral atau sepihak melarang kegiatan menangkap ikan di Laut Cina Selatan dari 1 Mei – 16 Agustus 2020.
Dia juga menegaskan Vietnam memiliki kedaulatan atas wilayah laut yang dimiliki berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut.
Cina dinilai berupaya memperkuat klaimnya bahwa sekitar 80 persen kawasan Laut Cina Selatan sebagai kawasan laut miliknya.
Kawasan laut ini dinilai memiliki kekayaan alam berlimpah berupa cadangan minyak, gas serta ikan.
Padahal, ada sejumlah negara lain di Asia Tenggara yang juga mengklaim sebagian kawasan laut ini sebagai milik masing-masing seperti Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina.
Hang mengatakan Vietnam memiliki kedaulatan penuh berdasarkan bukti sejarah dan hukum atas kepulauan Paracel atau Hoang Sa dalam bahasa Vietnam dan Spratly atau Truong Sa.
Sebelumnya, Pasukan Penjaga Pantai Cina cabang Laut Cina Selatan telah mengumumkan moratorium kegiatan menangkap ikan sejak siang hari 1 Mei hingga 16 Agustus pada area 12 derajat lintang utara Laut Cina Selatan.
Sekitar 50 ribu kapal penangkap ikan bakal berhenti beroperasi selama 3.5 bulan moratorium, yang dinyatakan sepihak oleh pemerintah Cina ini.
Beijing beralasan, seperti dilansir Straits Times, moratorium ini perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan sumber daya ikan dan meningkatkan ekologi laut.
Nelayan Vietnam mengatakan siap untuk tetap mencari ikan disekitar Kepulauan Paracel meski ada larangan ini.
“Jika kami dikejar kapal Cina, kami laporkan ke polisi laut Vietnam. Tapi mereka biasa tidak membantu sama sekali,” begitu kata salah satu nelayan seperti dilansir Benarnews mengutip Radio Free Asia.
Ketegangan Vietnam dan Cina juga terjadi pada April saat Hanoi menuding salah satu kapal penangkap ikan negara itu tenggelam di sekitar Kepulauan Paracel.
Protes serupa juga dilayangkan asosiasi nelayan Filipina dan pemerintah di Manila.
“Pemerintah Filpina seharusnya tidak membuang waktu dan menunggu petugas laut Cina menangkapi nelayan kita,” kata Fernando Hica, ketua Pamalakaya, yang merupakan organisasi nelayan di Filipina.
“Tindakan Cina mengganggu harus segera dihentikan dan diprotes. Kita memiliki hukum internasional dan lokal mengenai penangkapan ikan yang dapat diterapkan untuk melawan sikap agresif Cina.”
Hicap menambahkan,”Mereka tidak memiliki hak moral untuk menyatakan larangan menangkap ikan dengan alasan konservasi di laut ini. Mereka tidak memiliki klaim legal. Cina juga telah melakukan kegiatan reklamasi besar-besaran.”
Soal ini, pemerintah Cina mengatakan Vietnam tidak berhak memprotes larangan menangkap ikan di Laut Cina Selatan.
“Menurut hukum internasional dan hukum laut Cina, Cina memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas sejumlah bagian Laut Cina Selatan,” kata Zhao Lijian, juru bicara kemenlu Cina seperti dilansir CGTN dari Cina pada Senin, 11 Mei 2020.
Kapal Penjaga Pantai Cina juga terlibat ketegangan dengan kapal eksplorasi minyak milik perusahaan minyak raksasa Malaysia yaitu Petronas.
Kapal West Capella, yang merupakan kapal pengeboran laut berbasis di di London, Inggris, disewa oleh Petronas.
West Capella, yang dimiliki perusahaan Seadrill itu, memulai eksplorasi di dua ladang minyak dan gas lepas pantai yaitu Arapaima-1 dan Lala-1 seperti dilansir situs Asia Maritim Transparency Initiative.
Menurut situs ini, kapal Cina terus membayangi kegiatan Kapal West Capella sejak Maret hingga awal April 2020.
Ini terlihat dari data yang dipublikasikan Marine Traffic dan menunjukkan lokasi kapal-kapal itu di area yang sama.
Sejumlah kapal nelayan Cina juga terlihat beroperasi di dekat Kapal West Capella.
“Sebagai responnya, kapal angkatan laut Malaysia melakukan patroli di sekitar area ini,” Seperti dilansir dari Asia Maritim Transparency Initiative.
Hal Ini membuat Amerika Serikat, seperti dilansir Daily Mail, mengirim dua kapal perang ke area yang sama untuk memperingatkan Cina menghentikan tindakan mengganggu yang dilakukannya.
Dua kapal perang itu adalah USS Montgomerry dan USNC Cesar Chavez, yang bertugas untuk hadir di Laut Cina Selatan di dekat kapal West Capella, yang berbendera Panama.
“Tindakan ini menjadi pesan kuat kepada kapal Cina, yang dikabarkan telah mengganggu kapal komersil ini selama beberapa pekan,” begitu dilansir Daily Mail.
Militer AS juga pernah mengirim Kapal USS Bunker Hill, yang merupakan kapal penjelajah bersenjata rudal presisi, untuk mendampingi Kapal Perang Australia HMAS Parramatta.
Kedua kapal ini lalu melakukan latihan gabungan bersama Kapal USS America dan Kapal Penghancur USS Barry, yang bersenjata rudal presisi.