Sejenak Bersama Komandan Brigade Hizbullah Bulan Bintang
abadikini.com, JAKARTA – Ketika Laskar Hizbullah Masyumi dibentuk, ia dimaksudkan sebagai wadah bagi umat Islam untuk meraih kemerdekaan Tanah Air dan mempertahankan Agama Allah (Jihad). Laskar Hizbullah dibentuk oleh Tokoh-Tokoh Masyumi setahun setelah dibentuknya PETA (Pembela Tanah Air) oleh Jepang.
Kalimat itu mengawali bincang-bincang kami dengan Komandan Brigade Hizbullah Bulan Bintang, Ir. Dt. Ajuansyah Surbakti, di Mabes PBB, Minggu (21/5/2017).
“Dalam Masa-masa Pergerakan, Laskar Hizbullah bersama-sama Rakyat dan TNI berjuang, bahu-membahu meraih dan mempertahankan kemerdekaan RI, menggempur Penjajah yang ingin menancapkan Kuku penjajahannya kembali di Tanah air,” kata Ajuansyah.
Pada tahun 1943 pemerintah militer Jepang melatih kemiliteran secara massal rakyat jajahannya di nusantara dengan tujuan untuk membantu jepang melawan sekutu, kedua jika keadaan tidak memungkinkan karena Jepang kalah perang melawan sekutu maka Jepang berharap rakyat Indonesia dapat merdeka dan berdaulat.
Untuk mencapai tujuan itu maka dibentuklah PETA (Pembela Tanah Air) dari kalangan pemuda Islam. Selain PETA, Jepang juga melatih lagi dua kelompok paramiliter yaitu Laskar Hizbullah rekrutmennya berasal dari kalangan santri dan Laskar Sabililah yang rekrutmennya berasal dari kalangan Kyai.
Laskar Hizbullah dibentuk dan dilatih di desa cibarusah bekasi pada bulan Oktober 1943 dilatih oleh dua orang tentara Jepang berpangkat Kapten. Salah seorang yang dilatih di Cibarusah adalah almarhum KH Syaifuddin Zuhri tokoh NU dari Jatim, beliau juga pernah jadi Menteri Agama.
Setelah dilatih di Cibarusah mereka kembali kedaerahnya masing-masing lalu melatih para santri dan membentuk Laskar Hizbullah.
“Ketika Jepang menyerah kepada sekutu kitapun menyatakan kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, kemudian pada tanggal 7-8 oktober 1945 diadakan Konferensi Ummat Islam Indonesia di Yogyakarta,” tegas Ajuansyah.
Kongres itu memutuskan Masyumi sebagai satu-satunya Partai Politik Islam di Indonesia. Pada 8 Oktober 1945 DR Sukiman membacakan keputusan kongres selain membacakan pembentukan Masyumi sebagai partai Islam, juga mengorganisasikan pasukan Hizbullah dan Sabililah sebagai bagian dari sayap Masyumi untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru dideklarasikan. Pada waktu itu pasukan Hizbullah memiliki persenjataan jauh lebih lengkap dari TNI terutama Hizbullah Priangan Barat yang dipimpin KH. Soleh Iskandar.
Brigade Hizbullah Bulan Bintang memiliki keterkaitan sejarah dengan Hizbullah pada masa Masyumi tentu dengan berbagai kondisi yang berbeda. Sesudah Proklamasi 17 Agustus 1945, kontak senjata terjadi hampir di seluruh wilayah Republic Indonesia. Episode yang sangat terkenal dalam pertempuran mempertahankan Kemerdekaan adalah pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang dipimpin oleh Pejuang Muslim, Bung Tomo dan Palagan Ambarawa, 20 November – 15 Desember 1945 yang dipimpin oleh Mujahid Sejati, Jendral Soedirman – Red).
“Kini, Hampir 72 Tahun telah berlalu, ketika membicarakannya kembali, seolah –olah pertempuran itu, baru kemarin terjadi,” ujar Ajuansyah.
Semangat juang Umat Islam masih terus terasa hingga sekarang ke di dalam darah Umat Islam yang senantiasa berjuang mempertahankan Kalimatullah.
“Saat ini, Umat Islam coba di polarisasi dengan berbagai macam rekayasa opini, dibenturkan dengan isu SARA Penghinaan Lambang Negara dan berbagai tuduhan miring. Virus-virus berbentuk ideologi, penggalangan opini untuk menghilangkan pasal penodaan agama adalah ancaman nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ungkap Pria yang akrab disapa Bang Aju ini.
Senja bergerak, cahaya senja terlihat menyentuh pucuk dedaunan. Sembari menghirup kopinya, Bang Komandan melanjutkan. “ Brigade Hizbullah sebagai bagian dari Umat Islam, tetap harus menyumbangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk Kejayaan Umat Islam,” lanjutnya.
Tak terasa, sayup-sayup terdengar suara adzan Maghrib berkumandang, tatkala menyudahi bincang-bincang kami, terlihat semangat memancar dari mata Sang Komandan. (nov.ak)